bundabunny

#Otw bucin#

●●●

Tak ada pemandangan yang lebih indah yang pernah Ratu lihat selama dua puluh satu tahun dia hidup dan selama lima tahun lebih dia memiliki hubungan dengan beberapa pria.

Sudah duduk bersila selama lebih kurang lima belas menit di atas kasur Raja. Memperhatikan pria itu yang sedang dalam konsentrasi penuh menyelesaikan gambarnya. Lima ruas jari panjang tangan sebelah kirinya berada di atas keyboard. Menari menekan angka-angka dan huruf yang sama sekali tidak Ratu pahami. Sedang tangan sebelah kanan pria itu digunakan untuk menggenggam mouse. Rasanya Ratu betah jika harus menemani Raja mendesain setiap hari.

Setiap lima menit sekali Raja akan menoleh ke samping, tepat ke arahnya sambil mengangkat kedua alis hitamnya dan tersenyum kecil. Memastikan jika Ratu masih dalam keadaan mood yang bagus walaupun dia sedang asik bekerja.

Anjing, ganteng banget!Ratu membatin dalam diam. Kedua bola matanya tak pernah lepas, berpindah dari atensi Raja.

“Maaf ya mbak sebelumnya. Saya harus selesaikan gambar kerja ini segera karena udah mepet banget sama deadline yang disepakati di awal,” ucap Raja sungkan karena Ratu sudah datang ke tempatnya. Tapi malah dia cuek seperti ini.

“nggak papa,mas. Seru nemenin cowok kerja kayak gini.”

Raja pun memutar kursinya ke arah Ratu yang duduk di pinggir kasur. Seketika jantung perempuan itu berdebar tak karuan saat Raja memajukan kursi yang diduduki tepat ke depannya. Ditambah tatapan intens pria itu padanya.

“Kelamaan ya kalo saya tunggu enam hari lagi untuk dapat jawaban dari mbak Ratu.” Raja berkata sambil terkekeh kecil.

“Nggak lama sebenarnya kalo mas Raja sibuk kayak gini. Nggak akan terasa nunggu, tau-tau udah enam hari aja.”

Raja menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya dengan pelan. “Mas udah sayang sama Ratu. Udah jadi penyemangat buat mas sekarang. Kira-kira mas ditolak atau diterima ya?”

Nafas Ratu terasa kian menipis. Kamar Raja pun terasa semakin panas menurutnya. Kipas angin yang menyala pun tak lagi berfungsi kelihatannya.

“Kalo misalnya ditolak gimana mas?”

“Saya mundur mbak. Saya juga bakal berhenti jadi supir mbak.”

“Dan kalo diterima?”

“Saya nggak akan menyia-nyiakan mbak Ratu. Sebisa mungkin saya bakal bahagiain mbak Ratu dengan cara saya dan kemampuan saya saat ini.”

“Tapi saya udah nggak per—”

“Saya terima. Keperawanan bukan tolak ukur saya buat menyukai seseorang. Kalo saya sudah cinta, saya nggak peduli apa-apa lagi. Saya pengen serius sama mbak. Saya berharap ini kali terakhir saya untuk nembak perempuan.” Raja mengungkapkan dengan mimik wajah serius. Memegang satu tangan Ratu dan menggenggamnya.

“Saya maunya mbak Ratu. Nggak peduli saya bakal dibilang cowok yang nggak tahu diri. Saya kalau sudah sayang dan cinta, bakal terus saya perjuangin mbak. Walaupun nanti saya harus mendapatkan cacian dan hinaan dari keluarga mbak Ratu. Saya siap. Saya akan berjuang lebih keras. Saya yakin di depan sana kesuksesan saya sedang menunggu. Dan saya membutuhkan seseorang untuk menemani saya mencapai itu, selain keluarga saya.”

Tatapan mereka saling bertemu. Sejak tadi Ratu mencoba untuk mencari kebohongan dari ucapan Raja melalui tatapan matanya. Hatinya kian tergelitik. Perutnya bagaikan tengah diterbangi oleh ribuan kupu-kupu.

“Ratu, saya suka dengan kamu. Saya sayang dan saya mau kamu jadi milik saya. Kamu mau terima saya?”

Tak lagi membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab. Dengan satu anggukan singkat Raja sudah berhasil mendapatkan jawaban apa yang dia mau dan ditunggu selama delapan hari ini.

“Aku mau mas. Aku mau jadi pacar mas Raja.”

Sementara itu dari dinding kamar sebelah Ansel dan Cakra sibuk menempelkan telinga untuk menguping apa yang terjadi dari dalam kamar temannya yang tertutup rapat. Masih ada waktu setengah jam sampai jam malam kost Rajawali berakhir. Dengan waktu selama itu rasanya masih sempat bagi Raja dan Ratu untuk melakukan apa yang ada difikan dua jantan kepo yang sedang menguping.

“Cel, lo ada denger sesuatu nggak?”

“Demi apapun si Raja main cantik,anjing. Gue nggak denger apapun.”

“Mulut mbak Ratu disumpel kain kali,ya,” ujar Cakra sok tahu.

“Dobrak aja gimana?”

“Yeee jangan goblok! Lo mah ganggu kesenangan temen aja,Cel. Mana tau Raja udah mau nyampe puncak. Tapi gara-gara lo dobrak belut listriknya jadi loyo. Kan kasian ceweknya.”

“Anjrit si Raja bikin gue penasaran.”

•••

Di atas kasur single milik Raja perempuan itu berbaring. Beralaskan bantal kesayangan Raja di bawah kepalanya.

Saat ini Ratu sedang menunggu jemputan karena jam malam kost kekasihnya akan segera berakhir.

Mereka sudah resmi memiliki hubungan saat ini. Raja dan Ratu sudah menjadi sepasang kekasih setelah beberapa menit yang lalu dia kembali menyatakan perasaan dan berakhir diterima oleh Ratu.

“Kamu nanti hati-hati ya pulangnya,” kata Raja menghentikan kegiatannya sebentar saat merasakan atensi seseorang mendekatinya.

Di belakang kursinya ternyata sudah berdiri Ratu yang menyentuh pundaknya dan memberikan pijatan lembut berulang kali.

“Iya mas.” Ratu menjawab. Raja mendongakkan kepala. Kemudian Raja membeku karena ulah Ratu yang menyentuh kedua pipinya, lalu mencium bibirnya secara cepat tanpa perempuan itu mengatakan apapun sebelumnya. “Aku sudah pernah bilang kan kalo aku suka ciuman. Jadi nanti mas Raja jangan kaget kalo aku sering nyosor mas duluan. Love language aku physical touch ngomong-omong.” Ratu tersenyum. Mengusap bibir Raja yang terkena bekas merah lipstiknya.

“Kalo saya yang nyosor duluan gimana?”

“Ya, aku suka mas.”

“Yaudah sini…” tantang Raja ingin menarik Ratu.

Ratu menggeleng sambil tertawa. “Supir papi udah dateng. Jam malam juga udah habis. Nanti ketahuan ibu kost, kita malah digrebek warga.”

“Bilang aja kita udah nikah siri.”

“Ngawur!” Ratu menyentil pucuk hidung bangir Raja. “Anterin sampai ke depan pagar yuk.”

“Yaudah ayuk. Kasihan nanti pak Ujang nungguin lama.” Ratu mengangguk lagi. Raja mengambil cardigan dan tas Ratu di atas kasurnya. Membantu sang kekasih untuk membawanya.

Saat pintu kamar Raja terbuka. Cakra dan Ansel yang menguping di kamar sebelah pun bergegas ikut keluar dari dalam kamar. Berdiri diambang pintu dengan ekspresi wajah menggoda Raja.

“Udah mau pulang ya mbak?” tanya Cakra menyapa Ratu.

“Iya mas, udah dijemput sama supir saya dibawah.”

“Bisa jalankan mbak?” tanya Ansel rada ambigu.

“Bisa lah mas.”

“Kalo gitu sering-sering main ke sini ya mbak,” ujar Ansel lagi.

“Iya kalo dikasih izin sama mas Raja.”

“Pasti dikasih izinlah. Ya kan,Ja?” timpal Cakra.

“Udah… udah. Mbak Ratu mau pulang udah malem!”

“Dih, posesif banget kadal!” celetuk Ansel. “Mbak Ratu aja seneng ngobrol bareng kita. Makanya jangan dikunciin mbaknya di kamar lo berjam-jam.”

“Berisik anj—” Raja menoleh sekilas ke arah Ratu. Mendorong kening Ansel dan Cakra bergantian sebelum kembali berjalan. “Mulut lo berdua lemes.”

Reflek Cakra dan Ansel tertawa terpingkal-pingkal setelah berhasil menggoda Raja.

“Lo liat bibir Raja masih merah bekas lipstik?” tanya Cakra.

“Abis cipokan si anjing ternyata. pantes nggak bunyi kasurnya.”

“Masih main aman doi.”

“Ya wajar. Kan kunjungan pertama.”

“Kalo kunjungan kedua kira-kira apa,Cel?”

“Ya remes sama colok lah. Itu aja lo pake nanya. Kunjungan ketiga baru ditrabas sama si Raja. Yakin gue sejak tadi dia nahan sange. paling ntar ajak nobar.”

“Nobar apaan?”

“Jejak si otong.”

Cakra pun langsung tertawa keras sampai terbatuk-batuk.

#Otw bucin

●●●

Tak ada pemandangan yang lebih indah yang pernah Ratu lihat selama dua puluh satu tahun dia hidup dan selama lima tahun lebih dia memiliki hubungan dengan beberapa pria.

Sudah duduk bersila selama lebih kurang lima belas menit di atas kasur Raja. Memperhatikan pria itu yang sedang dalam konsentrasi penuh menyelesaikan gambarnya. Lima ruas jari panjang tangan sebelah kirinya berada di atas keyboard. Menari menekan angka-angka dan huruf yang sama sekali tidak Ratu pahami. Sedang tangan sebelah kanan pria itu digunakan untuk menggenggam mouse. Rasanya Ratu betah jika harus menemani Raja mendesain setiap hari.

Setiap lima menit sekali Raja akan menoleh ke samping, tepat ke arahnya sambil mengangkat kedua alis hitamnya dan tersenyum kecil. Memastikan jika Ratu masih dalam keadaan mood yang bagus walaupun dia sedang asik bekerja.

Anjing, ganteng banget!Ratu membatin dalam diam. Kedua bola matanya tak pernah lepas, berpindah dari atensi Raja.

“Maaf ya mbak sebelumnya. Saya harus selesaikan gambar kerja ini segera karena udah mepet banget sama deadline yang disepakati di awal,” ucap Raja sungkan karena Ratu sudah datang ke tempatnya. Tapi malah dia cuek seperti ini.

“nggak papa,mas. Seru nemenin cowok kerja kayak gini.”

Raja pun memutar kursinya ke arah Ratu yang duduk di pinggir kasur. Seketika jantung perempuan itu berdebar tak karuan saat Raja memajukan kursi yang diduduki tepat ke depannya. Ditambah tatapan intens pria itu padanya.

“Kelamaan ya kalo saya tunggu enam hari lagi untuk dapat jawaban dari mbak Ratu.” Raja berkata sambil terkekeh kecil.

“Nggak lama sebenarnya kalo mas Raja sibuk kayak gini. Nggak akan terasa nunggu, tau-tau udah enam hari aja.”

Raja menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya dengan pelan. “Mas udah sayang sama Ratu. Udah jadi penyemangat buat mas sekarang. Kira-kira mas ditolak atau diterima ya?”

Nafas Ratu terasa kian menipis. Kamar Raja pun terasa semakin panas menurutnya. Kipas angin yang menyala pun tak lagi berfungsi kelihatannya.

“Kalo misalnya ditolak gimana mas?”

“Saya mundur mbak. Saya juga bakal berhenti jadi supir mbak.”

“Dan kalo diterima?”

“Saya nggak akan menyia-nyiakan mbak Ratu. Sebisa mungkin saya bakal bahagiain mbak Ratu dengan cara saya dan kemampuan saya saat ini.”

“Tapi saya udah nggak per—”

“Saya terima. Keperawanan bukan tolak ukur saya buat menyukai seseorang. Kalo saya sudah cinta, saya nggak peduli apa-apa lagi. Saya pengen serius sama mbak. Saya berharap ini kali terakhir saya untuk nembak perempuan.” Raja mengungkapkan dengan mimik wajah serius. Memegang satu tangan Ratu dan menggenggamnya.

“Saya maunya mbak Ratu. Nggak peduli saya bakal dibilang cowok yang nggak tahu diri. Saya kalau sudah sayang dan cinta, bakal terus saya perjuangin mbak. Walaupun nanti saya harus mendapatkan cacian dan hinaan dari keluarga mbak Ratu. Saya siap. Saya akan berjuang lebih keras. Saya yakin di depan sana kesuksesan saya sedang menunggu. Dan saya membutuhkan seseorang untuk menemani saya mencapai itu, selain keluarga saya.”

Tatapan mereka saling bertemu. Sejak tadi Ratu mencoba untuk mencari kebohongan dari ucapan Raja melalui tatapan matanya. Hatinya kian tergelitik. Perutnya bagaikan tengah diterbangi oleh ribuan kupu-kupu.

“Ratu, saya suka dengan kamu. Saya sayang dan saya mau kamu jadi milik saya. Kamu mau terima saya?”

Tak lagi membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab. Dengan satu anggukan singkat Raja sudah berhasil mendapatkan jawaban apa yang dia mau dan ditunggu selama delapan hari ini.

“Aku mau mas. Aku mau jadi pacar mas Raja.”

Sementara itu dari dinding kamar sebelah Ansel dan Cakra sibuk menempelkan telinga untuk menguping apa yang terjadi dari dalam kamar temannya yang tertutup rapat. Masih ada waktu setengah jam sampai jam malam kost Rajawali berakhir. Dengan waktu selama itu rasanya masih sempat bagi Raja dan Ratu untuk melakukan apa yang ada difikan dua jantan kepo yang sedang menguping.

“Cel, lo ada denger sesuatu nggak?”

“Demi apapun si Raja main cantik,anjing. Gue nggak denger apapun.”

“Mulut mbak Ratu disumpel kain kali,ya,” ujar Cakra sok tahu.

“Dobrak aja gimana?”

“Yeee jangan goblok! Lo mah ganggu kesenangan temen aja,Cel. Mana tau Raja udah mau nyampe puncak. Tapi gara-gara lo dobrak belut listriknya jadi loyo. Kan kasian ceweknya.”

“Anjrit si Raja bikin gue penasaran.”

•••

Di atas kasur single milik Raja perempuan itu berbaring. Beralaskan bantal kesayangan Raja di bawah kepalanya.

Saat ini Ratu sedang menunggu jemputan karena jam malam kost kekasihnya akan segera berakhir.

Mereka sudah resmi memiliki hubungan saat ini. Raja dan Ratu sudah menjadi sepasang kekasih setelah beberapa menit yang lalu dia kembali menyatakan perasaan dan berakhir diterima oleh Ratu.

“Kamu nanti hati-hati ya pulangnya,” kata Raja menghentikan kegiatannya sebentar saat merasakan atensi seseorang mendekatinya.

Di belakang kursinya ternyata sudah berdiri Ratu yang menyentuh pundaknya dan memberikan pijatan lembut berulang kali.

“Iya mas.” Ratu menjawab. Raja mendongakkan kepala. Kemudian Raja membeku karena ulah Ratu yang menyentuh kedua pipinya, lalu mencium bibirnya secara cepat tanpa perempuan itu mengatakan apapun sebelumnya. “Aku sudah pernah bilang kan kalo aku suka ciuman. Jadi nanti mas Raja jangan kaget kalo aku sering nyosor mas duluan. Love language aku physical touch ngomong-omong.” Ratu tersenyum. Mengusap bibir Raja yang terkena bekas merah lipstiknya.

“Kalo saya yang nyosor duluan gimana?”

“Ya, aku suka mas.”

“Yaudah sini…” tantang Raja ingin menarik Ratu.

Ratu menggeleng sambil tertawa. “Supir papi udah dateng. Jam malam juga udah habis. Nanti ketahuan ibu kost, kita malah digrebek warga.”

“Bilang aja kita udah nikah siri.”

“Ngawur!” Ratu menyentil pucuk hidung bangir Raja. “Anterin sampai ke depan pagar yuk.”

“Yaudah ayuk. Kasihan nanti pak Ujang nungguin lama.” Ratu mengangguk lagi. Raja mengambil cardigan dan tas Ratu di atas kasurnya. Membantu sang kekasih untuk membawanya.

Saat pintu kamar Raja terbuka. Cakra dan Ansel yang menguping di kamar sebelah pun bergegas ikut keluar dari dalam kamar. Berdiri diambang pintu dengan ekspresi wajah menggoda Raja.

“Udah mau pulang ya mbak?” tanya Cakra menyapa Ratu.

“Iya mas, udah dijemput sama supir saya dibawah.”

“Bisa jalankan mbak?” tanya Ansel rada ambigu.

“Bisa lah mas.”

“Kalo gitu sering-sering main ke sini ya mbak,” ujar Ansel lagi.

“Iya kalo dikasih izin sama mas Raja.”

“Pasti dikasih izinlah. Ya kan,Ja?” timpal Cakra.

“Udah… udah. Mbak Ratu mau pulang udah malem!”

“Dih, posesif banget kadal!” celetuk Ansel. “Mbak Ratu aja seneng ngobrol bareng kita. Makanya jangan dikunciin mbaknya di kamar lo berjam-jam.”

“Berisik anj—” Raja menoleh sekilas ke arah Ratu. Mendorong kening Ansel dan Cakra bergantian sebelum kembali berjalan. “Mulut lo berdua lemes.”

Reflek Cakra dan Ansel tertawa terpingkal-pingkal setelah berhasil menggoda Raja.

“Lo liat bibir Raja masih merah bekas lipstik?” tanya Cakra.

“Abis cipokan si anjing ternyata. pantes nggak bunyi kasurnya.”

“Masih main aman doi.”

“Ya wajar. Kan kunjungan pertama.”

“Kalo kunjungan kedua kira-kira apa,Cel?”

“Ya remes sama colok lah. Itu aja lo pake nanya. Kunjungan ketiga baru ditrabas sama si Raja. Yakin gue sejak tadi dia nahan sange. paling ntar ajak nobar.”

“Nobar apaan?”

“Jejak si otong.”

Cakra pun langsung tertawa keras sampai terbatuk-batuk.

Ngapelin pacar

Tak butuh waktu lama bagi Dirga untuk sampai ke rumah sang kekasih yang katanya sedang sepi. Hanya ada Maharani saja katanya sebab bunda Dewi sedang melakukan perjalanan Dinas untuk beberapa hari. Bukan kali ini saja. Sebelumnya juga Dirga akan menemani sang kekasih sampai pukul dua belas malam, ketika kekasihnya sudah tidur baru dia akan pulang. Hanya sebatas menemani tanpa melakukan apa pun pada sang kekasih.
Dirga memarkirkan mobil Pajero milik sang ayah di carport rumah sang kekasih. Kemudian menarik pagar besi yang tadi dia buka dan tak lupa menyangkutkan kembali gembok pagar tersebut di besi pagar. Membawa turun satu kotak martabak dan pisang coklat keju titipan Maharani sebelum dia datang tadi. Menenteng dua plastik makanan tersebut masuk ke dalam rumah melewati pintu yang tak terkunci. Sebab Maharani sudah mengirimkannya pesan bahwa pintu depannya tidak dia kunci menjelang Dirga datang. “Assalamualaikum,by,” panggil Dirga setengah berteriak memanggil sang kekasih yang terlihat baru turun dari lantai dua rumah. “Waalaikumsalam,” jawab gadis itu menghampiri.
Sejemang Dirga termenung tanpa melepas pandangan saat kedua matanya menangkap penampilan Maharani yang turun menggunakan Daster dan rambut hitam legamnya dia gulung ke atas mengekspos kulit lehernya yang putih bersih.
Keadaan mereka malam ini persis seperti seorang suami yang sedang disambut oleh istri tercinta saat baru pulang dari bekerja. Rasa lelah yang tadi menyapa tubuhnya seketika menghilang begitu saja, menguap terbawa suhu dingin di ruang keluarga Maharani. “Kenapa melamun?” tanya sang gadis mengambil kantong makanan di tangan Dirga. Membawanya ke arah sofa di ruang keluarga dan meletakkan kotak makanan tersebut di atas meja. Lantas mendudukkan pantatnya pada material empuk itu dan menyalakan televisi yang telah tersambung ke akun netflix miliknya. “By, kok pake daster,sih?” Dirga bertanya sembari melepaskan jaket yang hanya menyisakan kaos hitam lengan pendek di tubuhnya. Menyampirkan jaket di punggung kursi. Lalu Dirga memutuskan untuk duduk di samping sang kekasih yang sudah mengalihkan fokusnya pada sekotak pisang coklat keju. “Memangnya kenapa? Nggak boleh?” “Boleh by, boleh banget. Malah suka aku liatnya kayak istri-istri idaman gitu,” ucap Dirga terkekeh pelan. Merapatkan tubuh pada sang kekasih. Lalu meletakkan lengan panjangnya di belakang kepala Maharani, di atas punggung sofa yang mereka duduki. “Mau nonton apa malam ini?” “Bebas aja,sih. Apapun bakal aku tonton,” kata Dirga menjawab. Sebab dia tak begitu peduli dengan tontonan jika sedang berdua seperti ini. Sebab percuma, dia tidak akan pernah bisa fokus pada tontonan dan hanya fokus pada sang kekasih. Biasanya Dirga akan memeluk, bahkan mencium sang kekasih di sela kegiatan nonton mereka. Tak jarang pula mereka berakhir dengan bercumbu, meninggalkan tontonan mereka jika keduanya sama-sama telah horny. “By,” panggil Dirga dekat dengan kuping Maharani. “Apa?” “Mau ciuman,” ungkapnya jujur setengah memohon. Bibirnya mulai bergerak mencium pundak sang kekasih berulang kali. “Miss you… rindu berat aku sama kamu.” “Bilang aja sange. Nggak usah berlindung di balik kata rindu. Dah basi!” celetuk Eunbi gamblang membuat Dirga tertawa. “Kode sayang kode. Takut nggak dikasih.” “Nggak dikasih pun biasanya kamu langsung nyosor aja.” Lagi-lagi Dirga tertawa. Kemudian benar dia langsung mencium bibir sang kekasih. Menjilati bekas coklat yang masih menempel di atas bilah bibir gadisnya. Sampai bersih, tak ada lagi noda coklat di sana. “Manis, rasa coklat,” katanya. Dirga pun merangkul sang kekasih. Menarik tubuh yang lebih kecil agar lebih rapat. Satu tangan yang lain bergerak ke atas menarik tengkuk sang kekasih. Lalu mereka kembali berciuman. Lebih panas dari sebelumnya. Lidah Dirga berada di dalam mulut gadisnya. Saling membelit, bertukar saliva selama beberapa menit. “By,“panggil Dirga lagi. “Apalagi?” “Mau nyusu,” ujarnya manja. Tangan kanannya sudah bergerak melepaskan kancing atas daster sang kekasih. Tatapannya sudah diselimuti akan nafsu. Telapak tangan besarnya bahkan sudah menangkup sebelah dada sang kekasih, lalu meremasnya pelan. “Loh, kamu nggak pake bra?” “Lagi mager,” jawab Maharani. “Pantes terasa kenyal banget dan ada yang keras di ujungnya. Jadi pengen di emut,by. Boleh,ya?” “Jangan digigit tapi, sakit nanti.” “Pelan-pelan kok. Janji nggak sampai lecet.” Kepala Maharani mengangguk. Dirga pun seperti mendapat lampu hijau. Tanpa banyak kata Dirga pun melepaskan tiga kancing baju daster sang kekasih dan menyelipkan tangannya masuk ke dalam menyambar sebelah payudara sang kekasih. Disaksikan oleh Nala yang baru keluar dari kamarnya ingin mengambil minum. “Lo berdua nggak punya tempat lain buat ngewe?” Seketika kegiatan sepasang kekasih itu terhenti. Wajah Dirga yang sudah berada di belahan dada sang kekasih terangkat, menoleh ke sumber suara dan cukup terkejut dengan keberadaan Nala. “Ngapain lo di sini?” tanya Dirga ketus. “Ini kan rumah suami gue. Wajar dong gue disini.” Jawabnya melipat tangan di depan dada. Memandang tak suka sepasang kekasih itu. “Dia tinggal sama kamu sekarang,sayang?” “Numpang sementara selama Tian flight. Baru habis keguguran dia. Harus bedrest. Makanya dititipin disini. Nyusahin,” jelas Maharani menarik lengan bajunya kembali yang tadi sempat diturunkan Dirga. “Gue turut berduka cita ya La atas kandungan lo,” kata Dirga. Nala merotasikan bola mata malas. “Lo mau berdiri disitu terus nontonin gue sama Dirga ngewe?” Dirga menoleh cepat ke arah sang kekasih, “By?” “Mending lo masuk kamar, terus kunci pintu. Takutnya lo sange, tapi Tian lagi nggak di rumah. Gue nggak akan kasih pacar gue lagi buat muasin nafsu lo itu. Jelas banget komuk lo masih nafsu liat pacar gue. Gatel!” “Mulut lo memang kayak anjing ya,Ran!” Murka Nala memerah kesal di posisinya. Sengaja ingin membuat Nala semakin panas. Maharani pun menarik tengkuk Dirga, mencium bibirnya lebih dulu. Bahkan tak tanggung-tanggung dirinya memilih mendudukkan pantatnya di atas paha Dirga. Membiarkan kedua tangan Dirga menggerayangi tubuhnya di depan Nala. Dirga yang terpancing pun mulai semakin bernafsu. Menganggap jika Maharani memang menginginkannya malam ini. Padahal gadis itu melakukannya hanya untuk memanasi Kenala. Maharani tersenyum puas dibalik kegiatan bercumbunya saat mendengar pintu kamar sang kakak dibanting dengan keras. “Sayang, kamu mau main di sini atau di kamar?” tanya Dirga terengah-engah. “Main apa?” “Making love.” “Nggak jadi. Tiba-tiba nggak mood.” “Byy, astaga!!!!” “Kenapa?” “Punya aku udah berdiri,by! Ini aku buka resletingnya dia langsung keluar loh.” Terlihat jelas air muka Dirga yang sangat frustasi. “Di kamar mandi ada sabun batangan. Kamu pakai itu aja. Habis itu buang,ya,” ujar Maharani santai. Kembali duduk di atas sofa dan mengambil pisang coklatnya. Tak peduli jika Dirga sudah sangat memerah menahan nafsu. “By, gesek aja sebentar. Nggak masuk,by. Please… Bisa gila aku kalo kamu giniin terus.” “Nggak mauuu….” “Ya tuhan!” Akhirnya Dirga pun berlari terbirit-birit ke arah kamar mandi yang tak jauh dari ruang keluarga. Menurunkan celana jeans beserta celana dalamnya. Lalu menuntaskan tugas Maharani yang tidak akan diselesaikan oleh gadis itu.

[]

Ngapelin pacar

Tak butuh waktu lama bagi Dirga untuk sampai ke rumah sang kekasih yang katanya sedang sepi. Hanya ada Maharani saja katanya sebab bunda Dewi sedang melakukan perjalanan Dinas untuk beberapa hari. Bukan kali ini saja. Sebelumnya juga Dirga akan menemani sang kekasih sampai pukul dua belas malam, ketika kekasihnya sudah tidur baru dia akan pulang. Hanya sebatas menemani tanpa melakukan apa pun pada sang kekasih.
Dirga memarkirkan mobil Pajero milik sang ayah di carport rumah sang kekasih. Kemudian menarik pagar besi yang tadi dia buka dan tak lupa menyangkutkan kembali gembok pagar tersebut di besi pagar. Membawa turun satu kotak martabak dan pisang coklat keju titipan Maharani sebelum dia datang tadi. Menenteng dua plastik makanan tersebut masuk ke dalam rumah melewati pintu yang tak terkunci. Sebab Maharani sudah mengirimkannya pesan bahwa pintu depannya tidak dia kunci menjelang Dirga datang. “Assalamualaikum,by,” panggil Dirga setengah berteriak memanggil sang kekasih yang terlihat baru turun dari lantai dua rumah. “Waalaikumsalam,” jawab gadis itu menghampiri.
Sejemang Dirga termenung tanpa melepas pandangan saat kedua matanya menangkap penampilan Maharani yang turun menggunakan Daster dan rambut hitam legamnya dia gulung ke atas mengekspos kulit lehernya yang putih bersih.
Keadaan mereka malam ini persis seperti seorang suami yang sedang disambut oleh istri tercinta saat baru pulang dari bekerja. Rasa lelah yang tadi menyapa tubuhnya seketika menghilang begitu saja, menguap terbawa suhu dingin di ruang keluarga Maharani. “Kenapa melamun?” tanya sang gadis mengambil kantong makanan di tangan Dirga. Membawanya ke arah sofa di ruang keluarga dan meletakkan kotak makanan tersebut di atas meja. Lantas mendudukkan pantatnya pada material empuk itu dan menyalakan televisi yang telah tersambung ke akun netflix miliknya. “By, kok pake daster,sih?” Dirga bertanya sembari melepaskan jaket yang hanya menyisakan kaos hitam lengan pendek di tubuhnya. Menyampirkan jaket di punggung kursi. Lalu Dirga memutuskan untuk duduk di samping sang kekasih yang sudah mengalihkan fokusnya pada sekotak pisang coklat keju. “Memangnya kenapa? Nggak boleh?” “Boleh by, boleh banget. Malah suka aku liatnya kayak istri-istri idaman gitu,” ucap Dirga terkekeh pelan. Merapatkan tubuh pada sang kekasih. Lalu meletakkan lengan panjangnya di belakang kepala Maharani, di atas punggung sofa yang mereka duduki. “Mau nonton apa malam ini?” “Bebas aja,sih. Apapun bakal aku tonton,” kata Dirga menjawab. Sebab dia tak begitu peduli dengan tontonan jika sedang berdua seperti ini. Sebab percuma, dia tidak akan pernah bisa fokus pada tontonan dan hanya fokus pada sang kekasih. Biasanya Dirga akan memeluk, bahkan mencium sang kekasih di sela kegiatan nonton mereka. Tak jarang pula mereka berakhir dengan bercumbu, meninggalkan tontonan mereka jika keduanya sama-sama telah horny. “By,” panggil Dirga dekat dengan kuping Maharani. “Apa?” “Mau ciuman,” ungkapnya jujur setengah memohon. Bibirnya mulai bergerak mencium pundak sang kekasih berulang kali. “Miss you… rindu berat aku sama kamu.” “Bilang aja sange. Nggak usah berlindung di balik kata rindu. Dah basi!” celetuk Eunbi gamblang membuat Dirga tertawa. “Kode sayang kode. Takut nggak dikasih.” “Nggak dikasih pun biasanya kamu langsung nyosor aja.” Lagi-lagi Dirga tertawa. Kemudian benar dia langsung mencium bibir sang kekasih. Menjilati bekas coklat yang masih menempel di atas bilah bibir gadisnya. Sampai bersih, tak ada lagi noda coklat di sana. “Manis, rasa coklat,” katanya. Dirga pun merangkul sang kekasih. Menarik tubuh yang lebih kecil agar lebih rapat. Satu tangan yang lain bergerak ke atas menarik tengkuk sang kekasih. Lalu mereka kembali berciuman. Lebih panas dari sebelumnya. Lidah Dirga berada di dalam mulut gadisnya. Saling membelit, bertukar saliva selama beberapa menit. “By,“panggil Dirga lagi. “Apalagi?” “Mau nyusu,” ujarnya manja. Tangan kanannya sudah bergerak melepaskan kancing atas daster sang kekasih. Tatapannya sudah diselimuti akan nafsu. Telapak tangan besarnya bahkan sudah menangkup sebelah dada sang kekasih, lalu meremasnya pelan. “Loh, kamu nggak pake bra?” “Lagi mager,” jawab Maharani. “Pantes terasa kenyal banget dan ada yang keras di ujungnya. Jadi pengen di emut,by. Boleh,ya?” “Jangan digigit tapi, sakit nanti.” “Pelan-pelan kok. Janji nggak sampai lecet.” Kepala Maharani mengangguk. Dirga pun seperti mendapat lampu hijau. Tanpa banyak kata Dirga pun melepaskan tiga kancing baju daster sang kekasih dan menyelipkan tangannya masuk ke dalam menyambar sebelah payudara sang kekasih. Disaksikan oleh Nala yang baru keluar dari kamarnya ingin mengambil minum. “Lo berdua nggak punya tempat lain buat ngewe?” Seketika kegiatan sepasang kekasih itu terhenti. Wajah Dirga yang sudah berada di belahan dada sang kekasih terangkat, menoleh ke sumber suara dan cukup terkejut dengan keberadaan Nala. “Ngapain lo di sini?” tanya Dirga ketus. “Ini kan rumah suami gue. Wajar dong gue disini.” Jawabnya melipat tangan di depan dada. Memandang tak suka sepasang kekasih itu. “Dia tinggal sama kamu sekarang,sayang?” “Numpang sementara selama Tian flight. Baru habis keguguran dia. Harus bedrest. Makanya dititipin disini. Nyusahin,” jelas Maharani menarik lengan bajunya kembali yang tadi sempat diturunkan Dirga. “Gue turut berduka cita ya La atas kandungan lo,” kata Dirga. Nala merotasikan bola mata malas. “Lo mau berdiri disitu terus nontonin gue sama Dirga ngewe?” Dirga menoleh cepat ke arah sang kekasih, “By?” “Mending lo masuk kamar, terus kunci pintu. Takutnya lo sange, tapi Tian lagi nggak di rumah. Gue nggak akan kasih pacar gue lagi buat muasin nafsu lo itu. Jelas banget komuk lo masih nafsu liat pacar gue. Gatel!” “Mulut lo memang kayak anjing ya,Ran!” Murka Nala memerah kesal di posisinya. Sengaja ingin membuat Nala semakin panas. Maharani pun menarik tengkuk Dirga, mencium bibirnya lebih dulu. Bahkan tak tanggung-tanggung dirinya memilih mendudukkan pantatnya di atas paha Dirga. Membiarkan kedua tangan Dirga menggerayangi tubuhnya di depan Nala. Dirga yang terpancing pun mulai semakin bernafsu. Menganggap jika Maharani memang menginginkannya malam ini. Padahal gadis itu melakukannya hanya untuk memanasi Kenala. Maharani tersenyum puas dibalik kegiatan bercumbunya saat mendengar pintu kamar sang kakak dibanting dengan keras. “Sayang, kamu mau main di sini atau di kamar?” tanya Dirga terengah-engah. “Main apa?” “Making love.” “Nggak jadi. Tiba-tiba nggak mood.” “Byy, astaga!!!!” “Kenapa?” “Punya aku udah berdiri,by! Ini aku buka resletingnya dia langsung keluar loh.” Terlihat jelas air muka Dirga yang sangat frustasi. “Di kamar mandi ada sabun batangan. Kamu pakai itu aja. Habis itu buang,ya,” ujar Maharani santai. Kembali duduk di atas sofa dan mengambil pisang coklatnya. Tak peduli jika Dirga sudah sangat memerah menahan nafsu. “By, gesek aja sebentar. Nggak masuk,by. Please… Bisa gila aku kalo kamu giniin terus.” “Nggak mauuu….” “Ya tuhan!” Akhirnya Dirga pun berlari terbirit-birit ke arah kamar mandi yang tak jauh dari ruang keluarga. Menurunkan celana jeans beserta celana dalamnya. Lalu menuntaskan tugas Maharani yang tidak akan diselesaikan oleh gadis itu.

[]

Ngapelin pacar

Tak butuh waktu lama bagi Dirga untuk sampai ke rumah sang kekasih yang katanya sedang sepi. Hanya ada Maharani saja katanya sebab bunda Dewi sedang melakukan perjalanan Dinas untuk beberapa hari. Bukan kali ini saja. Sebelumnya juga Dirga akan menemani sang kekasih sampai pukul dua belas malam, ketika kekasihnya sudah tidur baru dia akan pulang. Hanya sebatas menemani tanpa melakukan apa pun pada sang kekasih.
Dirga memarkirkan mobil Pajero milik sang ayah di carport rumah sang kekasih. Kemudian menarik pagar besi yang tadi dia buka dan tak lupa menyangkutkan kembali gembok pagar tersebut di besi pagar. Membawa turun satu kotak martabak dan pisang coklat keju titipan Maharani sebelum dia datang tadi. Menenteng dua plastik makanan tersebut masuk ke dalam rumah melewati pintu yang tak terkunci. Sebab Maharani sudah mengirimkannya pesan bahwa pintu depannya tidak dia kunci menjelang Dirga datang. “Assalamualaikum,by,” panggil Dirga setengah berteriak memanggil sang kekasih yang terlihat baru turun dari lantai dua rumah. “Waalaikumsalam,” jawab gadis itu menghampiri.
Sejemang Dirga termenung tanpa melepas pandangan saat kedua matanya menangkap penampilan Maharani yang turun menggunakan Daster dan rambut hitam legamnya dia gulung ke atas mengekspos kulit lehernya yang putih bersih.
Keadaan mereka malam ini persis seperti seorang suami yang sedang disambut oleh istri tercinta saat baru pulang dari bekerja. Rasa lelah yang tadi menyapa tubuhnya seketika menghilang begitu saja, menguap terbawa suhu dingin di ruang keluarga Maharani. “Kenapa melamun?” tanya sang gadis mengambil kantong makanan di tangan Dirga. Membawanya ke arah sofa di ruang keluarga dan meletakkan kotak makanan tersebut di atas meja. Lantas mendudukkan pantatnya pada material empuk itu dan menyalakan televisi yang telah tersambung ke akun netflix miliknya. “By, kok pake daster,sih?” Dirga bertanya sembari melepaskan jaket yang hanya menyisakan kaos hitam lengan pendek di tubuhnya. Menyampirkan jaket di punggung kursi. Lalu Dirga memutuskan untuk duduk di samping sang kekasih yang sudah mengalihkan fokusnya pada sekotak pisang coklat keju. “Memangnya kenapa? Nggak boleh?” “Boleh by, boleh banget. Malah suka aku liatnya kayak istri-istri idaman gitu,” ucap Dirga terkekeh pelan. Merapatkan tubuh pada sang kekasih. Lalu meletakkan lengan panjangnya di belakang kepala Maharani, di atas punggung sofa yang mereka duduki. “Mau nonton apa malam ini?” “Bebas aja,sih. Apapun bakal aku tonton,” kata Dirga menjawab. Sebab dia tak begitu peduli dengan tontonan jika sedang berdua seperti ini. Sebab percuma, dia tidak akan pernah bisa fokus pada tontonan dan hanya fokus pada sang kekasih. Biasanya Dirga akan memeluk, bahkan mencium sang kekasih di sela kegiatan nonton mereka. Tak jarang pula mereka berakhir dengan bercumbu, meninggalkan tontonan mereka jika keduanya sama-sama telah horny. “By,” panggil Dirga dekat dengan kuping Maharani. “Apa?” “Mau ciuman,” ungkapnya jujur setengah memohon. Bibirnya mulai bergerak mencium pundak sang kekasih berulang kali. “Miss you… rindu berat aku sama kamu.” “Bilang aja sange. Nggak usah berlindung di balik kata rindu. Dah basi!” celetuk Eunbi gamblang membuat Dirga tertawa. “Kode sayang kode. Takut nggak dikasih.” “Nggak dikasih pun biasanya kamu langsung nyosor aja.” Lagi-lagi Dirga tertawa. Kemudian benar dia langsung mencium bibir sang kekasih. Menjilati bekas coklat yang masih menempel di atas bilah bibir gadisnya. Sampai bersih, tak ada lagi noda coklat di sana. “Manis, rasa coklat,” katanya. Dirga pun merangkul sang kekasih. Menarik tubuh yang lebih kecil agar lebih rapat. Satu tangan yang lain bergerak ke atas menarik tengkuk sang kekasih. Lalu mereka kembali berciuman. Lebih panas dari sebelumnya. Lidah Dirga berada di dalam mulut gadisnya. Saling membelit, bertukar saliva selama beberapa menit. “By,“panggil Dirga lagi. “Apalagi?” “Mau nyusu,” ujarnya manja. Tangan kanannya sudah bergerak melepaskan kancing atas daster sang kekasih. Tatapannya sudah diselimuti akan nafsu. Telapak tangan besarnya bahkan sudah menangkup sebelah dada sang kekasih, lalu meremasnya pelan. “Loh, kamu nggak pake bra?” “Lagi mager,” jawab Maharani. “Pantes terasa kenyal banget dan ada yang keras di ujungnya. Jadi pengen di emut,by. Boleh,ya?” “Jangan digigit tapi, sakit nanti.” “Pelan-pelan kok. Janji nggak sampai lecet.” Kepala Maharani mengangguk. Dirga pun seperti mendapat lampu hijau. Tanpa banyak kata Dirga pun melepaskan tiga kancing baju daster sang kekasih dan menyelipkan tangannya masuk ke dalam menyambar sebelah payudara sang kekasih. Disaksikan oleh Nala yang baru keluar dari kamarnya ingin mengambil minum. “Lo berdua nggak punya tempat lain buat ngewe?” Seketika kegiatan sepasang kekasih itu terhenti. Wajah Dirga yang sudah berada di belahan dada sang kekasih terangkat, menoleh ke sumber suara dan cukup terkejut dengan keberadaan Nala. “Ngapain lo di sini?” tanya Dirga ketus. “Ini kan rumah suami gue. Wajar dong gue disini.” Jawabnya melipat tangan di depan dada. Memandang tak suka sepasang kekasih itu. “Dia tinggal sama kamu sekarang,sayang?” “Numpang sementara selama Tian flight. Baru habis keguguran dia. Harus bedrest. Makanya dititipin disini. Nyusahin,” jelas Maharani menarik lengan bajunya kembali yang tadi sempat diturunkan Dirga. “Gue turut berduka cita ya La atas kandungan lo,” kata Dirga. Nala merotasikan bola mata malas. “Lo mau berdiri disitu terus nontonin gue sama Dirga ngewe?” Dirga menoleh cepat ke arah sang kekasih, “By?” “Mending lo masuk kamar, terus kunci pintu. Takutnya lo sange, tapi Tian lagi nggak di rumah. Gue nggak akan kasih pacar gue lagi buat muasin nafsu lo itu. Jelas banget komuk lo masih nafsu liat pacar gue. Gatel!” “Mulut lo memang kayak anjing ya,Ran!” Murka Nala memerah kesal di posisinya. Sengaja ingin membuat Nala semakin panas. Maharani pun menarik tengkuk Dirga, mencium bibirnya lebih dulu. Bahkan tak tanggung-tanggung dirinya memilih mendudukkan pantatnya di atas paha Dirga. Membiarkan kedua tangan Dirga menggerayangi tubuhnya di depan Nala. Dirga yang terpancing pun mulai semakin bernafsu. Menganggap jika Maharani memang menginginkannya malam ini. Padahal gadis itu melakukannya hanya untuk memanasi Kenala. Maharani tersenyum puas dibalik kegiatan bercumbunya saat mendengar pintu kamar sang kakak dibanting dengan keras. “Sayang, kamu mau main di sini atau di kamar?” tanya Dirga terengah-engah. “Main apa?” “Making love.” “Nggak jadi. Tiba-tiba nggak mood.” “Byy, astaga!!!!” “Kenapa?” “Punya aku udah berdiri,by! Ini aku buka resletingnya dia langsung keluar loh.” Terlihat jelas air muka Dirga yang sangat frustasi. “Di kamar mandi ada sabun batangan. Kamu pakai itu aja. Habis itu buang,ya,” ujar Maharani santai. Kembali duduk di atas sofa dan mengambil pisang coklatnya. Tak peduli jika Dirga sudah sangat memerah menahan nafsu. “By, gesek aja sebentar. Nggak masuk,by. Please… Bisa gila aku kalo kamu giniin terus.” “Nggak mauuu….” “Ya tuhan!” Akhirnya Dirga pun berlari terbirit-birit ke arah kamar mandi yang tak jauh dari ruang keluarga. Menurunkan celana jeans beserta celana dalamnya. Lalu menuntaskan tugas Maharani yang tidak akan diselesaikan oleh gadis itu.

[]

Ngapelin pacar

Tak butuh waktu lama bagi Dirga untuk sampai ke rumah sang kekasih yang katanya sedang sepi. Hanya ada Maharani saja katanya sebab bunda Dewi sedang melakukan perjalanan Dinas untuk beberapa hari. Bukan kali ini saja. Sebelumnya juga Dirga akan menemani sang kekasih sampai pukul dua belas malam, ketika kekasihnya sudah tidur baru dia akan pulang. Hanya sebatas menemani tanpa melakukan apa pun pada sang kekasih.
Dirga telah memarkirkan mobil Pajero milik sang ayah di carport rumah sang kekasih. Kemudian menarik pagar besi yang tadi dia buka dan tak lupa menyangkutkan kembali gembok pagar tersebut di besi pagar. Membawa turun satu kotak martabak dan pisang coklat keju titipan Maharani sebelum dia datang tadi. Menenteng dua plastik makanan tersebut masuk ke dalam rumah melewati pintu yang tak terkunci. Sebab Maharani sudah mengirimkannya pesan bahwa pintu depannya tidak dia kunci menjelang Dirga datang. “Assalamualaikum,by,” panggil Dirga setengah berteriak memanggil sang kekasih yang terlihat baru turun dari lantai dua rumah. “Waalaikumsalam,” jawab gadis itu menghampiri.
Sejemang Dirga termenung tanpa melepas pandangan saat kedua matanya menangkap penampilan Maharani yang turun menggunakan Daster dan rambut hitam legamnya dia gulung ke atas mengekspos kulit lehernya yang putih bersih.
Keadaan mereka malam ini persis seperti seorang suami yang sedang disambut oleh istri tercinta saat baru pulang dari bekerja. Rasa lelah yang tadi menyapa tubuhnya seketika menghilang begitu saja, menguap terbawa suhu dingin di ruang keluarga Maharani. “Kenapa melamun?” tanya sang gadis mengambil kantong makanan di tangan Dirga. Membawanya ke arah sofa di ruang keluarga dan meletakkan kotak makanan tersebut di atas meja. Lantas mendudukkan pantatnya pada material empuk itu dan menyalakan televisi yang telah tersambung ke akun netflix miliknya. “By, kok pake daster,sih?” Dirga bertanya sembari melepaskan jaket yang hanya menyisakan kaos hitam lengan pendek di tubuhnya. Menyampirkan jaket di punggung kursi. Lalu Dirga memutuskan untuk duduk di samping sang kekasih yang sudah mengalihkan fokusnya pada sekotak pisang coklat keju. “Memangnya kenapa? Nggak boleh?” “Boleh by, boleh banget. Malah suka aku liatnya kayak istri-istri idaman gitu,” ucap Dirga terkekeh pelan. Merapatkan tubuh pada sang kekasih. Lalu meletakkan lengan panjangnya di belakang kepala Maharani, di atas punggung sofa yang mereka duduki. “Mau nonton apa malam ini?” “Bebas aja,sih. Apapun bakal aku tonton,” kata Dirga menjawab. Sebab dia tak begitu peduli dengan tontonan jika sedang berdua seperti ini. Sebab percuma, dia tidak akan pernah bisa fokus pada tontonan dan hanya fokus pada sang kekasih. Biasanya Dirga akan memeluk, bahkan mencium sang kekasih di sela kegiatan nonton mereka. Tak jarang pula mereka berakhir dengan bercumbu, meninggalkan tontonan mereka jika keduanya sama-sama telah horny. “By,” panggil Dirga dekat dengan kuping Maharani. “Apa?” “Mau ciuman,” ungkapnya jujur setengah memohon. Bibirnya mulai bergerak mencium pundak sang kekasih berulang kali. “Miss you… rindu berat aku sama kamu.” “Bilang aja sange. Nggak usah berlindung di balik kata rindu. Dah basi!” celetuk Eunbi gamblang membuat Dirga tertawa. “Kode sayang kode. Takut nggak dikasih.” “Nggak dikasih pun biasanya kamu langsung nyosor aja.” Lagi-lagi Dirga tertawa. Kemudian benar dia langsung mencium bibir sang kekasih. Menjilati bekas coklat yang masih menempel di atas bilah bibir gadisnya. Sampai bersih, tak ada lagi noda coklat di sana. “Manis, rasa coklat,” katanya. Dirga pun merangkul sang kekasih. Menarik tubuh yang lebih kecil agar lebih rapat. Satu tangan yang lain bergerak ke atas menarik tengkuk sang kekasih. Lalu mereka kembali berciuman. Lebih panas dari sebelumnya. Lidah Dirga berada di dalam mulut gadisnya. Saling membelit, bertukar saliva selama beberapa menit. “By,“panggil Dirga lagi. “Apalagi?” “Mau nyusu,” ujarnya manja. Tangan kanannya sudah bergerak melepaskan kancing atas daster sang kekasih. Tatapannya sudah diselimuti akan nafsu. Telapak tangan besarnya bahkan sudah menangkup sebelah dada sang kekasih, lalu meremasnya pelan. “Loh, kamu nggak pake bra?” “Lagi mager,” jawab Maharani. “Pantes terasa kenyal banget dan ada yang keras di ujungnya. Jadi pengen di emut,by. Boleh,ya?” “Jangan digigit tapi, sakit nanti.” “Pelan-pelan kok. Janji nggak sampai lecet.” Kepala Maharani mengangguk. Dirga pun seperti mendapat lampu hijau. Tanpa banyak kata Dirga pun melepaskan tiga kancing baju daster sang kekasih dan menyelipkan tangannya masuk ke dalam menyambar sebelah payudara sang kekasih. Disaksikan oleh Nala yang baru keluar dari kamarnya ingin mengambil minum. “Lo berdua nggak punya tempat lain buat ngewe?” Seketika kegiatan sepasang kekasih itu terhenti. Wajah Dirga yang sudah berada di belahan dada sang kekasih terangkat, menoleh ke sumber suara dan cukup terkejut dengan keberadaan Nala. “Ngapain lo di sini?” tanya Dirga ketus. “Ini kan rumah suami gue. Wajar dong gue disini.” Jawabnya melipat tangan di depan dada. Memandang tak suka sepasang kekasih itu. “Dia tinggal sama kamu sekarang,sayang?” “Numpang sementara selama Tian flight. Baru habis keguguran dia. Harus bedrest. Makanya dititipin disini. Nyusahin,” jelas Maharani menarik lengan bajunya kembali yang tadi sempat diturunkan Dirga. “Gue turut berduka cita ya La atas kandungan lo,” kata Dirga. Nala merotasikan bola mata malas. “Lo mau berdiri disitu terus nontonin gue sama Dirga ngewe?” Dirga menoleh cepat ke arah sang kekasih, “By?” “Mending lo masuk kamar, terus kunci pintu. Takutnya lo sange, tapi Tian lagi nggak di rumah. Gue nggak akan kasih pacar gue lagi buat muasin nafsu lo itu. Jelas banget komuk lo masih nafsu liat pacar gue. Gatel!” “Mulut lo memang kayak anjing ya,Ran!” Murka Nala memerah kesal di posisinya. Sengaja ingin membuat Nala semakin panas. Maharani pun menarik tengkuk Dirga, mencium bibirnya lebih dulu. Bahkan tak tanggung-tanggung dirinya memilih mendudukkan pantatnya di atas paha Dirga. Membiarkan kedua tangan Dirga menggerayangi tubuhnya di depan Nala. Dirga yang terpancing pun mulai semakin bernafsu. Menganggap jika Maharani memang menginginkannya malam ini. Padahal gadis itu melakukannya hanya untuk memanasi Kenala. Maharani tersenyum puas dibalik kegiatan bercumbunya saat mendengar pintu kamar sang kakak dibanting dengan keras. “Sayang, kamu mau main di sini atau di kamar?” tanya Dirga terengah-engah. “Main apa?” “Making love.” “Nggak jadi. Tiba-tiba nggak mood.” “Byy, astaga!!!!” “Kenapa?” “Punya aku udah berdiri,by! Ini aku buka resletingnya dia langsung keluar loh.” Terlihat jelas air muka Dirga yang sangat frustasi. “Di kamar mandi ada sabun batangan. Kamu pakai itu aja. Habis itu buang,ya,” ujar Maharani santai. Kembali duduk di atas sofa dan mengambil pisang coklatnya. Tak peduli jika Dirga sudah sangat memerah menahan nafsu. “By, gesek aja sebentar. Nggak masuk,by. Please… Bisa gila aku kalo kamu giniin terus.” “Nggak mauuu….” “Ya tuhan!” Akhirnya Dirga pun berlari terbirit-birit ke arah kamar mandi yang tak jauh dari ruang keluarga. Menurunkan celana jeans beserta celana dalamnya. Lalu menuntaskan tugas Maharani yang tidak akan diselesaikan oleh gadis itu.

[]

Motor beat merah Raja baru saja tiba di depan pagar besar rumah mewah Ratu. Bermodalkan bunyi klakson beberapa kali menandakan kedatangannya. Pintu pagar yang berukuran lebih kecil pun terbuka. Tak lama setelah itu salah satu satpam pun muncul dan menyapanya.

“Oalah, mas Raja ternyata. Sehat,mas?”

“Alhamdulillah sehat,Pak.”

“Saya turut berduka cita ya,mas. Saya kemarin dengar kabarnya dari mbak Ratih.”

“Iya,Pak. Makasih ya.” Raja pun tersenyum ramah.

“Mbak Ratu ada di dalam,pak?”

“Ada,mas. Ada bapak dan ibu juga di dalam.”

“Oh,pak bos sudah pulang?”

“Sudah hampir seminggu di sini. Mas Raja masuk saja, sudah ditungguin mbak Ratu di dalam.”

“Okelah kalau begitu. Saya masuk dulu ya,pak,” kata Raja undur diri, kembali menghidupkan mesin motornya.

Namun tak lama berselang, datanglah sebuah mobil pajero warna putih dan melakukan hal yang sama seperti Raja tadi. Membunyikan klakson beberapa kali sebagai isyarat bahwa dia ingin masuk ke dalam pekarangan rumah sang kekasih.

“Pak De, tolong bukain pagarnya. Saya mau masuk.”

“Mas Krisna… sebentar mas.” Teriak pria paruh baya yang dipanggil Pak De itu. Dengan segera Pak De menekan tombol pada remote kecil di tangannya untuk membuka pagar utama, agar Krisna bisa masuk ke dalam pekarangan rumah.

“Terima kasih,Pak De,” ujarnya berteriak, mengangkat sebelah tangan untuk melambai pada satpam itu.

Saat dia turun dari mobil dan akan masuk ke dalam rumah. Dari arah garasi samping pun Raja muncul sambil menenteng sebuah plastik indomaret yang berisikan jajanan untuk diberikan kepada Ratu.

Seketika itu juga rasa kesal atas pertikaian mereka yang lalu kembali terkenang oleh Krisna. Saat Raja menghajarnya secara membabi-buta hingga membuatnya terbaring selama dua hari di rumah. Akibat seluruh wajahnya memar bekas pukulan Raja yang tak main-main.

“Ngapain lo di sini?” tanya Krisna ketus menarik kerah jaket denim Raja.

“Seharusnya gue yang nanya sama lo. Ngapain lo disini? Bukannya lo udah dibuang sama Ratu? Masih punya malu?” jawab Raja berani tanpa ada rasa takut sama sekali.

“Sopan lo sama gue anjing! Lo itu cuma supir di rumah ini dan gue majikan. Jaga sikap lo!” Kata Krisna lagi dengan suara mulai meninggi. Menatap sengit Raja yang membalas tatapan itu dengan santainya.

Tak gentar walaupun Krisna menarik kerah jaketnya dengan keras.

“Majikan gue cuma Ratu dan bukan anjing kayak lo!” Raja pun menepis kuat tangan Krisna sampai membuat cengkraman di kerah jaketnya terlepas. “Harusnya lo yang jaga sikap,bangsat! Akhlak lo benerin. Nggak punya malu datang ke rumah cewek yang udah buang lo. Malu dong lu sebenarnya, njing!”

“Bacot lo bisa dijaga,gak? Makin ngelunjak lo gue liat.”

“Nggak bisa kalo sama lo! Gatal mulut gue pengen nyumpahin lo.”

Krisna tertawa remeh,mendorong bahu Raja hingga membuat pria itu mundur selangkah. “Gue mau tau kenapa lo semati-matian ini bela Ratu. Itu lonte udah kasih apa sama lo,hah? Berapa kali lo tidur sama dia? Enak kan bekas gue?” Jeda Krisna sambil tertawa mencemooh. “Itu cewek udah nggak ada harganya dimata gue. Tapi gue nggak mungkin lepasin mainan yang bisa muasin gue. Jadi mending lo cari lonte yang lain aja. Mundur!”

Sadis!

Mendengar ocehan sampah Krisna ternyata berhasil kembali menyulut amarah Raja. Kepalan tangannya semakin mengetat, suhu tubuhnya meningkat dan saat ini dia benar-benar ingin merobek mulut Krisna.

“Bangsat!” Raja menggeram, melayangkan satu tinju di wajah Krisna sampai membuat pemuda itu jatuh tersungkur. “Manusia macem lo bener-bener nggak pantes hirup oksigen besok pagi,bajingan!”

“Bacot,anjing!Lo yang harusnya mati dasar miskin!” Seru Krisna menyeka sudut bibirnya yang berdarah.

Disaat Krisna mulai bangkit dan akan balik memukul Raja. Maka saat itulah pintu utama rumah besar Ratu terbuka dan muncullah Ratu bersama sang ayah. Diikuti ibunya di belakang yang terlihat akan pergi keluar bersama ayahnya siang ini.

“Mbak?”

“Ratu?”

Ratu berdiri dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Sudut bibirnya terangkat ke atas, menatap tajam Krisna yang terlihat menelan salivanya kasar.

“Papi udah denger sendirikan apa yang sudah diucapkan oleh Krisna?”

“O-om, Kris—”

“Pergi kau dari rumahku atau kupecahkan kepala kau,Krisna!” ucap Kaisar, ayah dari Ratu yang saat ini telah murka setelah mendengar ocehan sampah dari mulut pemuda yang akan dia nikahkan dengan putri satu-satunya.

Seketika itu juga rasa penyesalan pun muncul karena sudah memaksakan kehendaknya pada sang putri untuk menikah dengan orang yang salah. Tak dapat dibayangkan bagaimana nasib sang putri jika saja pernikahan itu resmi terjadi.

Mungkin saja Kaisar akan merasa menyesal seumur hidup.

“Krisna,” panggil Dewi ibundanya Ratu. “Saya tau kamu lahir dari keluarga terhormat. Tapi saya tidak menyangka jika mulut dan hatimu tidak lebih baik dari tumpukan sampah. Lonte kamu bilang? Putri yang saya lahirkan ke dunia dan saya besarkan sepenuh jiwa kau jadikan seperti lonte?” Wanita itu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. “Pergi kamu dari sini dan jangan pernah sekalipun muncul di hadapan kami! Dasar binatang!”

“Tuli kau?!” Cerca Kaisar dengan suara naik beberapa oktaf. Mengagetkan beberapa orang yang ada disana saat pria itu melayangkan tamparan keras di wajah Krisna yang memerah menahan marah.

Lantas Krisna mengangkat wajahnya angkuh dan menunjuk satu persatu-satu orang-orang yang sedang menghakiminya. Terutama Ratu. Fokusnya tetap pada Ratu. Tatapan tajam itu hanya tertuju pada Ratu sebelum dia pergi mengangkat kakinya dari kediaman mewah itu.

“Anjing lo semua!” teriak Krisna berteriak dari dalam mobil, lalu pergi membawa mobilnya keluar dari pagar besi yang tinggi itu.

Sementara keempat orang lainnya masih berdiri di teras, menatap kepergian Krisna yang telah menghilang dari penglihatan mereka.

“Maafkan papi,dek. Anak itu benar-benar gila!”

Ratu menggeleng. “Bukan salah papi. Jangan dipikirkan. Semuanya sudah selesai dan orang gila itu sudah pergi. Ratu bebas sekarang.”

Dewi pun memeluk putrinya. Agak membuat Ratu kaget, sebab sang ibu jarang atau bahkan tidak pernah melakukan hal itu padanya. Bahkan Dewi mencium pipi sang putri berulang kali. “Maafin mami ya, dek. Mami yang salah karena terlalu sering mengabaikan kamu. Mami dan papi terlalu sibuk dengan urusan kami sampai hampir menjerumuskan kamu dalam hubungan yang salah.”

Lagi-lagi Ratu menggelengkan kepala. Dia melepaskan rengkuhan sang ibu begitu saja.

Ini salah!

Fokus mereka semua pun bepindah pada seorang pemuda lusuh yang ada bersama mereka saat ini.

“Kamu yang namanya Raja?” tanya Kaisar menunjuk Raja yang berdiri tegak dengan senyuman ramah dan sopan menghiasi wajah tampannya.

“Iya pak, saya Raja supirnya mbak Ratu.”

“Kita baru pertama kali ketemu kan?”

“Iya,pak. Ini pertama kalinya.”

“Ganteng juga kamu aslinya. Pangling saya kalo ketemu langsung gini. Gak mirip seperti supir. Kayak pacar anak saya kelihatannya.”

*Calon pacar,Pak.”

Batin Raja seraya tersenyum kikuk akibat dipuji mendadak oleh Kaisar, ayah dari gebetannya. Mau terbang saja rasanya sampai menembus atap rumah mewah milik Ratu

[]

Motor beat merah Raja baru saja tiba di depan pagar besar rumah mewah Ratu. Bermodalkan bunyi klakson beberapa kali menandakan kedatangannya. Pintu pagar yang berukuran lebih kecil pun terbuka. Tak lama setelah itu salah satu satpam pun muncul dan menyapanya.

“Oalah, mas Raja ternyata. Sehat,mas?”

“Alhamdulillah sehat, Pak,” jawabnya santun seperti biasa.

“Saya turut berduka cita ya,mas. Saya kemarin dengar kabarnya dari mbak Ratih.”

“Iya,Pak. Makasih, ya. Mbak Ratu ada di dalam,pak?” Dia bertanya.

“Ada, mas. Lagi ada bapak dan ibu juga di dalam.”

“Oh, pak bos sudah pulang?”

“Sudah hampir seminggu di sini. Mas Raja masuk saja, sudah ditungguin mbak Ratu di dalam.”

“Okelah kalau begitu. Saya masuk dulu ya,pak,” kata Raja undur diri, kembali menghidupkan mesin motornya.

Namun tak lama berselang, datanglah sebuah mobil pajero warna putih dan melakukan hal yang sama seperti Raja tadi. Membunyikan klakson beberapa kali sebagai isyarat bahwa dia ingin masuk ke dalam pekarangan rumah sang kekasih.

“Pak De, tolong bukain pagarnya. Saya mau masuk.”

“Mas Krisna… sebentar mas.” Teriak pria paruh baya yang dipanggil Pak De itu. Dengan segera Pak De menekan tombol pada remote kecil di tangannya untuk membuka pagar utama, agar Krisna bisa masuk ke dalam pekarangan rumah.

“Terima kasih,Pak De,” ujarnya berteriak, mengangkat sebelah tangan untuk melambai pada satpam itu.

Saat dia turun dari mobil dan akan masuk ke dalam rumah. Dari arah garasi samping pun Raja muncul sambil menenteng sebuah plastik indomaret yang berisikan jajanan untuk diberikan kepada Ratu.

Seketika itu juga rasa kesal atas pertikaian mereka yang lalu kembali terkenang oleh Krisna. Saat Raja menghajarnya secara membabi-buta hingga membuatnya terbaring selama dua hari di rumah. Akibat seluruh wajahnya memar bekas pukulan Raja yang tak main-main.

“Ngapain lo di sini?” tanya Krisna ketus menarik kerah jaket denim Raja.

“Seharusnya gue yang nanya sama lo. Ngapain lo disini? Bukannya lo udah dibuang sama Ratu? Masih punya malu?” jawab Raja berani tanpa ada rasa takut sama sekali.

“Sopan lo sama gue anjing! Lo itu cuma supir di rumah ini dan gue majikan. Jaga sikap lo!” Kata Krisna lagi dengan suara mulai meninggi. Menatap sengit Raja yang membalas tatapan itu dengan santainya.

Tak gentar walaupun Krisna menarik kerah jaketnya dengan keras.

“Majikan gue cuma Ratu dan bukan anjing kayak lo!” Raja pun menepis kuat tangan Krisna sampai membuat cengkraman di kerah jaketnya terlepas. “Harusnya lo yang jaga sikap,bangsat! Akhlak lo benerin. Nggak punya malu datang ke rumah cewek yang udah buang lo. Malu dong lu sebenarnya, njing!”

“Bacot lo bisa dijaga,gak? Makin ngelunjak lo gue liat-liat.”

“Nggak bisa kalo sama lo! Gatal mulut gue pengen nyumpahin lo.”

Krisna tertawa remeh,mendorong bahu Raja hingga membuat pria itu mundur selangkah. “Gue mau tau kenapa lo semati-matian ini bela Ratu. Itu lonte udah kasih apa sama lo,hah? Berapa kali lo tidur sama dia? Enak kan bekas gue?” Jeda Krisna sambil tertawa mencemooh. “Itu cewek udah nggak ada harganya dimata gue. Tapi gue nggak mungkin lepasin mainan yang bisa muasin gue. Jadi mending lo cari lonte yang lain aja. Mundur!”

Sadis!

Mendengar ocehan sampah Krisna ternyata berhasil kembali menyulut amarah Raja. Kepalan tangannya semakin mengetat, suhu tubuhnya meningkat dan saat ini dia benar-benar ingin merobek mulut Krisna.

“Bangsat!” Raja menggeram, melayangkan satu tinju di wajah Krisna sampai membuat pemuda itu jatuh tersungkur. “Manusia macem lo bener-bener nggak pantes hirup oksigen besok pagi,bajingan!”

“Bacot,anjing!Lo yang harusnya mati dasar miskin!” Seru Krisna menyeka sudut bibirnya yang berdarah.

Disaat Krisna mulai bangkit dan akan balik memukul Raja. Maka saat itulah pintu utama rumah besar Ratu terbuka dan muncullah Ratu bersama sang ayah. Diikuti ibunya di belakang yang terlihat akan pergi keluar bersama ayahnya siang ini.

“Mbak?”

“Ratu?”

Ratu berdiri dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Sudut bibirnya terangkat ke atas, menatap tajam Krisna yang terlihat menelan salivanya kasar.

“Papi udah denger sendirikan apa yang sudah diucapkan oleh Krisna?”

“O-om, Kris—”

“Pergi kau dari rumahku atau kupecahkan kepala kau,Krisna!” ucap Kaisar, ayah dari Ratu yang saat ini telah murka setelah mendengar ocehan sampah dari mulut pemuda yang akan dia nikahkan dengan putri satu-satunya.

Seketika itu juga rasa penyesalan pun muncul karena sudah memaksakan kehendaknya pada sang putri untuk menikah dengan orang yang salah. Tak dapat dibayangkan bagaimana nasib sang putri jika saja pernikahan itu resmi terjadi.

Mungkin saja Kaisar akan merasa menyesal seumur hidup.

“Krisna,” panggil Dewi ibundanya Ratu. “Saya tau kamu lahir dari keluarga terhormat. Tapi saya tidak menyangka jika mulut dan hatimu tidak lebih baik dari tumpukan sampah. Lonte kamu bilang? Putri yang saya lahirkan ke dunia dan saya besarkan sepenuh jiwa kau jadikan seperti lonte?” Wanita itu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. “Pergi kamu dari sini dan jangan pernah sekalipun muncul di hadapan kami! Dasar binatang!”

“Tuli kau?!” Cerca Kaisar dengan suara naik beberapa oktaf. Mengagetkan beberapa orang yang ada disana saat pria itu melayangkan tamparan keras di wajah Krisna yang memerah menahan marah.

Lantas Krisna mengangkat wajahnya angkuh dan menunjuk satu persatu-satu orang-orang yang sedang menghakiminya. Terutama Ratu. Fokusnya tetap pada Ratu. Tatapan tajam itu hanya tertuju pada Ratu sebelum dia pergi mengangkat kakinya dari kediaman mewah itu.

“Anjing lo semua!” teriak Krisna berteriak dari dalam mobil, lalu pergi membawa mobilnya keluar dari pagar besi yang tinggi itu.

Sementara keempat orang lainnya masih berdiri di teras, menatap kepergian Krisna yang telah menghilang dari penglihatan mereka.

“Maafkan papi,dek. Anak itu benar-benar gila!”

Ratu menggeleng. “Bukan salah papi. Jangan dipikirkan. Semuanya sudah selesai dan orang gila itu sudah pergi. Ratu bebas sekarang.”

Dewi pun memeluk putrinya. Agak membuat Ratu kaget, sebab sang ibu jarang atau bahkan tidak pernah melakukan hal itu padanya. Bahkan Dewi mencium pipi sang putri berulang kali. “Maafin mami ya, dek. Mami yang salah karena terlalu sering mengabaikan kamu. Mami dan papi terlalu sibuk dengan urusan kami sampai hampir menjerumuskan kamu dalam hubungan yang salah.”

Lagi-lagi Ratu menggelengkan kepala. Dia melepaskan rengkuhan sang ibu begitu saja.

Ini salah! Ratu agak tak terbiasa dengan keadaan ini.

Setelah kepergian Krisna tadi. Fokus mereka semua pun bepindah pada seorang pemuda lusuh yang ada bersama mereka saat ini.

“Kamu yang namanya Raja?” tanya Kaisar menunjuk Raja yang berdiri tegak dengan senyuman ramah dan sopan menghiasi wajah tampannya.

“Iya pak, saya Raja supirnya mbak Ratu.”

“Kita baru pertama kali ketemu kan?”

“Iya, pak. Ini pertama kalinya.”

Pandangan Kaisar berjalan dari atas kepala Raja sampai turun ke kaki pemuda itu. Raja fikir sang majikan akan mengeluarkan kata-kata yang akan membuatnya terluka seperti putri yang berdiri di depannya.

“Ganteng juga kamu aslinya. Pangling saya kalo ketemu langsung gini. Gak mirip seperti supir. Kayak pacar anak saya kelihatannya.”

Calon pacar,Pak.”

Batin Raja seraya tersenyum kikuk akibat dipuji mendadak oleh Kaisar, ayah dari majikan yang sebentar lagi akan menjadi gebetannya. Jujur, mau terbang saja rasanya dia sampai menembus atap rumah mewah milik Ratu itu.

[]

#Ganteng juga kamu...#

Motor beat merah Raja baru saja tiba di depan pagar besar rumah mewah Ratu. Bermodalkan bunyi klakson beberapa kali menandakan kedatangannya. Pintu pagar yang berukuran lebih kecil pun terbuka. Tak lama setelah itu salah satu satpam pun muncul dan menyapanya.

“Oalah, mas Raja ternyata. Sehat,mas?”

“Alhamdulillah sehat,Pak.”

“Saya turut berduka cita ya,mas. Saya kemarin dengar kabarnya dari mbak Ratih.”

“Iya,Pak. Makasih ya.” Raja pun tersenyum ramah.

“Mbak Ratu ada di dalam,pak?”

“Ada,mas. Ada bapak dan ibu juga di dalam.”

“Oh,pak bos sudah pulang?”

“Sudah hampir seminggu di sini. Mas Raja masuk saja, sudah ditungguin mbak Ratu di dalam.”

“Okelah kalau begitu. Saya masuk dulu ya,pak,” kata Raja undur diri, kembali menghidupkan mesin motornya.

Namun tak lama berselang, datanglah sebuah mobil pajero warna putih dan melakukan hal yang sama seperti Raja tadi. Membunyikan klakson beberapa kali sebagai isyarat bahwa dia ingin masuk ke dalam pekarangan rumah sang kekasih.

“Pak De, tolong bukain pagarnya. Saya mau masuk.”

“Mas Krisna… sebentar mas.” Teriak pria paruh baya yang dipanggil Pak De itu. Dengan segera Pak De menekan tombol pada remote kecil di tangannya untuk membuka pagar utama, agar Krisna bisa masuk ke dalam pekarangan rumah.

“Terima kasih,Pak De,” ujarnya berteriak, mengangkat sebelah tangan untuk melambai pada satpam itu.

Saat dia turun dari mobil dan akan masuk ke dalam rumah. Dari arah garasi samping pun Raja muncul sambil menenteng sebuah plastik indomaret yang berisikan jajanan untuk diberikan kepada Ratu.

Seketika itu juga rasa kesal atas pertikaian mereka yang lalu kembali terkenang oleh Krisna. Saat Raja menghajarnya secara membabi-buta hingga membuatnya terbaring selama dua hari di rumah. Akibat seluruh wajahnya memar bekas pukulan Raja yang tak main-main.

“Ngapain lo disini?” tanya Krisna ketus menarik kerah jaket denim Raja.

“Seharusnya gue yang nanya sama lo. Ngapain lo disini? Bukannya lo udah dibuang sama Ratu? Masih punya malu?” jawab Raja berani tanpa ada rasa takut sama sekali.

“Sopan lo sama gue anjing! Lo itu cuma supir di rumah ini dan gue majikan. Jaga sikap lo!” Kata Krisna lagi dengan suara mulai meninggi. Menatap sengit Raja yang membalas tatapan itu dengan santainya.

Tak gentar walaupun Krisna menarik kerah jaketnya dengan keras.

“Majikan gue cuma Ratu dan bukan anjing kayak lo!” Raja pun menepis kuat tangan Krisna sampai membuat cengkraman di kerah jaketnya terlepas. “Harusnya lo yang jaga sikap,bangsat! Akhlak lo benerin. Nggak punya malu datang ke rumah cewek yang udah buang lo. Malu dong lu sebenarnya, njing!”

“Bacot lo bisa dijaga,gak? Makin ngelunjak lo gue liat.”

“Nggak bisa kalo sama lo! Gatal mulut gue pengen nyumpahin lo.”

Krisna tertawa,mendorong bahu Raja hingga membuat pria itu mundur selangkah. “Gue mau tau kenapa lo semati-matian ini bela Ratu. Itu lonte udah kasih apa sama lo,hah? Berapa kali lo tidur sama dia? Enak kan bekas gue?” Jeda Krisna sambil tertawa mencemooh. “Itu cewek udah nggak ada harganya dimata gue. Tapi gue nggak mungkin lepasin mainan yang bisa muasin gue. Jadi mending lo cari lonte yang lain aja. Mundur!”

Mendengar ocehan sampah Krisna ternyata berhasil kembali menyulut amarah Raja. Kepalan tangannya semakin mengetat, suhu tubuhnya meningkat dan saat ini dia benar-benar ingin merobek mulut Krisna.

“Bangsat!” Raja menggeram, melayangkan satu tinju di wajah Krisna sampai membuat pemuda itu jatuh tersungkur. “Manusia macem lo bener-bener nggak pantes hirup oksigen besok pagi,bajingan!”

“Bacot,anjing!Lo yang harusnya mati dasar miskin!” Seru Krisna menyeka sudut bibirnya yang berdarah.

Disaat Krisna mulai bangkit dan akan balik memukul Raja. Maka saat itulah pintu utama rumah besar Ratu terbuka dan muncullah Ratu bersama sang ayah. Diikuti ibunya di belakang yang terlihat akan pergi keluar bersama ayahnya siang ini.

“Mbak?”

“Ratu?”

Ratu berdiri dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Sudut bibirnya terangkat ke atas, menatap tajam Krisna yang terlihat menelan salivanya kasar.

“Papi udah denger sendirikan apa yang sudah diucapkan oleh Krisna?”

“O-om, Kris—”

“Pergi kau dari rumahku atau kupecahkan kepala kau,Krisna!” ucap Kaisar, ayah dari Ratu yang saat ini telah murka setelah mendengar ocehan sampah dari mulut pemuda yang akan dia nikahkan dengan putri satu-satunya.

Seketika itu juga rasa penyesalan pun muncul karena sudah memaksakan kehendaknya pada sang putri untuk menikah dengan orang yang salah. Tak dapat dibayangkan bagaimana nasib sang putri jika saja pernikahan itu resmi terjadi.

Mungkin saja Kaisar akan merasa menyesal seumur hidup.

“Krisna,” panggil Rena ibundanya Ratu. “Saya tau kamu lahir dari keluarga terhormat. Tapi saya tidak menyangka jika mulut dan hatimu tidak lebih baik dari tumpukan sampah. Lonte kamu bilang? Putri yang saya lahirkan ke dunia dan saya besarkan sepenuh jiwa kau jadikan seperti lonte?” Wanita itu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. “Pergi kamu dari sini dan jangan pernah sekalipun muncul di hadapan kami! Dasar binatang!”

“Tuli kau?!” Cerca Kaisar dengan suara naik beberapa oktaf. Mengagetkan beberapa orang yang ada disana saat pria itu melayangkan tamparan keras di wajah Krisna yang memerah menahan marah.

Lantas Krisna mengangkat wajahnya dan menunjuk satu persatu-satu orang-orang yang sedang menghakiminya. Terutama Ratu. Fokusnya tetap pada Ratu. Tatapan tajam itu hanya tertuju pada Ratu sebelum dia pergi mengangkat kakinya dari kediaman mewah itu.

“Anjing lo semua!” teriak Krisna berteriak dari dalam mobil, lalu pergi membawa mobilnya keluar dari pagar besi yang tinggi itu.

Sementara keempat orang lainnya masih berdiri di teras, menatap kepergian Krisna yang telah menghilang dari penglihatan mereka.

“Maafkan papi,dek.”

Ratu menggeleng. “Bukan salah papi. Jangan dipikirkan. Semuanya sudah selesai dan orang gila itu sudah pergi. Ratu bebas sekarang.”

Rena pun memeluk putrinya. Mencium pipi sang putri berulang kali. “Maafin mami. Mami yang salah karena terlalu sering mengabaikan kamu,dek. Mami dan papi terlalu sibuk dengan urusan kerjaan sampai-sampai hampir menjerumuskan kamu dalam hubungan yang salah.”

Lagi-lagi Ratu menggeleng. Melepaskan rengkuhan sang ibu dan memberikan senyum simpul. Senyum yang mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja dan tak perlu ada yang dikhawatirkan.

“Kamu yang namanya Raja?” tanya Kaisar menunjuk Raja yang berdiri tegak dengan senyuman ramah dan sopan menghiasi wajah tampannya.

“Iya pak, saya Raja supirnya mbak Ratu.”

“Kita baru pertama kali ketemu kan?”

“Iya,pak. Ini pertama kalinya.”

“Ganteng juga kamu aslinya. Pangling saya kalo ketemu langsung gini. Gak mirip seperti supir. Kayak pacar anak saya kelihatannya.”

Calon pacar,Pak. batin Raja seraya tersenyum kikuk akibat dipuji mendadak oleh Kaisar, ayah dari gebetannya. Mau terbang saja rasanya sampai menembus atap rumah mewah milik Ratu

[]

#Ganteng juga kamu...

Motor beat merah Raja baru saja tiba di depan pagar besar rumah mewah Ratu. Bermodalkan bunyi klakson beberapa kali menandakan kedatangannya. Pintu pagar yang berukuran lebih kecil pun terbuka. Tak lama setelah itu salah satu satpam pun muncul dan menyapanya.

“Oalah, mas Raja ternyata. Sehat,mas?”

“Alhamdulillah sehat,Pak.”

“Saya turut berduka cita ya,mas. Saya kemarin dengar kabarnya dari mbak Ratih.”

“Iya,Pak. Makasih ya.” Raja pun tersenyum ramah.

“Mbak Ratu ada di dalam,pak?”

“Ada,mas. Ada bapak dan ibu juga di dalam.”

“Oh,pak bos sudah pulang?”

“Sudah hampir seminggu di sini. Mas Raja masuk saja, sudah ditungguin mbak Ratu di dalam.”

“Okelah kalau begitu. Saya masuk dulu ya,pak,” kata Raja undur diri, kembali menghidupkan mesin motornya.

Namun tak lama berselang, datanglah sebuah mobil pajero warna putih dan melakukan hal yang sama seperti Raja tadi. Membunyikan klakson beberapa kali sebagai isyarat bahwa dia ingin masuk ke dalam pekarangan rumah sang kekasih.

“Pak De, tolong bukain pagarnya. Saya mau masuk.”

“Mas Krisna… sebentar mas.” Teriak pria paruh baya yang dipanggil Pak De itu. Dengan segera Pak De menekan tombol pada remote kecil di tangannya untuk membuka pagar utama, agar Krisna bisa masuk ke dalam pekarangan rumah.

“Terima kasih,Pak De,” ujarnya berteriak, mengangkat sebelah tangan untuk melambai pada satpam itu.

Saat dia turun dari mobil dan akan masuk ke dalam rumah. Dari arah garasi samping pun Raja muncul sambil menenteng sebuah plastik indomaret yang berisikan jajanan untuk diberikan kepada Ratu.

Seketika itu juga rasa kesal atas pertikaian mereka yang lalu kembali terkenang oleh Krisna. Saat Raja menghajarnya secara membabi-buta hingga membuatnya terbaring selama dua hari di rumah. Akibat seluruh wajahnya memar bekas pukulan Raja yang tak main-main.

“Ngapain lo disini?” tanya Krisna ketus menarik kerah jaket denim Raja.

“Seharusnya gue yang nanya sama lo. Ngapain lo disini? Bukannya lo udah dibuang sama Ratu? Masih punya malu?” jawab Raja berani tanpa ada rasa takut sama sekali.

“Sopan lo sama gue anjing! Lo itu cuma supir di rumah ini dan gue majikan. Jaga sikap lo!” Kata Krisna lagi dengan suara mulai meninggi. Menatap sengit Raja yang membalas tatapan itu dengan santainya.

Tak gentar walaupun Krisna menarik kerah jaketnya dengan keras.

“Majikan gue cuma Ratu dan bukan anjing kayak lo!” Raja pun menepis kuat tangan Krisna sampai membuat cengkraman di kerah jaketnya terlepas. “Harusnya lo yang jaga sikap,bangsat! Akhlak lo benerin. Nggak punya malu datang ke rumah cewek yang udah buang lo. Malu dong lu sebenarnya, njing!”

“Bacot lo bisa dijaga,gak? Makin ngelunjak lo gue liat.”

“Nggak bisa kalo sama lo! Gatal mulut gue pengen nyumpahin lo.”

Krisna tertawa,mendorong bahu Raja hingga membuat pria itu mundur selangkah. “Gue mau tau kenapa lo semati-matian ini bela Ratu. Itu lonte udah kasih apa sama lo,hah? Berapa kali lo tidur sama dia? Enak kan bekas gue?” Jeda Krisna sambil tertawa mencemooh. “Itu cewek udah nggak ada harganya dimata gue. Tapi gue nggak mungkin lepasin mainan yang bisa muasin gue. Jadi mending lo cari lonte yang lain aja. Mundur!”

Mendengar ocehan sampah Krisna ternyata berhasil kembali menyulut amarah Raja. Kepalan tangannya semakin mengetat, suhu tubuhnya meningkat dan saat ini dia benar-benar ingin merobek mulut Krisna.

“Bangsat!” Raja menggeram, melayangkan satu tinju di wajah Krisna sampai membuat pemuda itu jatuh tersungkur. “Manusia macem lo bener-bener nggak pantes hirup oksigen besok pagi,bajingan!”

“Bacot,anjing!Lo yang harusnya mati dasar miskin!” Seru Krisna menyeka sudut bibirnya yang berdarah.

Disaat Krisna mulai bangkit dan akan balik memukul Raja. Maka saat itulah pintu utama rumah besar Ratu terbuka dan muncullah Ratu bersama sang ayah. Diikuti ibunya di belakang yang terlihat akan pergi keluar bersama ayahnya siang ini.

“Mbak?”

“Ratu?”

Ratu berdiri dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Sudut bibirnya terangkat ke atas, menatap tajam Krisna yang terlihat menelan salivanya kasar.

“Papi udah denger sendirikan apa yang sudah diucapkan oleh Krisna?”

“O-om, Kris—”

“Pergi kau dari rumahku atau kupecahkan kepala kau,Krisna!” ucap Kaisar, ayah dari Ratu yang saat ini telah murka setelah mendengar ocehan sampah dari mulut pemuda yang akan dia nikahkan dengan putri satu-satunya.

Seketika itu juga rasa penyesalan pun muncul karena sudah memaksakan kehendaknya pada sang putri untuk menikah dengan orang yang salah. Tak dapat dibayangkan bagaimana nasib sang putri jika saja pernikahan itu resmi terjadi.

Mungkin saja Kaisar akan merasa menyesal seumur hidup.

“Krisna,” panggil Rena ibundanya Ratu. “Saya tau kamu lahir dari keluarga terhormat. Tapi saya tidak menyangka jika mulut dan hatimu tidak lebih baik dari tumpukan sampah. Lonte kamu bilang? Putri yang saya lahirkan ke dunia dan saya besarkan sepenuh jiwa kau jadikan seperti lonte?” Wanita itu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. “Pergi kamu dari sini dan jangan pernah sekalipun muncul di hadapan kami! Dasar binatang!”

“Tuli kau?!” Cerca Kaisar dengan suara naik beberapa oktaf. Mengagetkan beberapa orang yang ada disana saat pria itu melayangkan tamparan keras di wajah Krisna yang memerah menahan marah.

Lantas Krisna mengangkat wajahnya dan menunjuk satu persatu-satu orang-orang yang sedang menghakiminya. Terutama Ratu. Fokusnya tetap pada Ratu. Tatapan tajam itu hanya tertuju pada Ratu sebelum dia pergi mengangkat kakinya dari kediaman mewah itu.

“Anjing lo semua!” teriak Krisna berteriak dari dalam mobil, lalu pergi membawa mobilnya keluar dari pagar besi yang tinggi itu.

Sementara keempat orang lainnya masih berdiri di teras, menatap kepergian Krisna yang telah menghilang dari penglihatan mereka.

“Maafkan papi,dek.”

Ratu menggeleng. “Bukan salah papi. Jangan dipikirkan. Semuanya sudah selesai dan orang gila itu sudah pergi. Ratu bebas sekarang.”

Rena pun memeluk putrinya. Mencium pipi sang putri berulang kali. “Maafin mami. Mami yang salah karena terlalu sering mengabaikan kamu,dek. Mami dan papi terlalu sibuk dengan urusan kerjaan sampai-sampai hampir menjerumuskan kamu dalam hubungan yang salah.”

Lagi-lagi Ratu menggeleng. Melepaskan rengkuhan sang ibu dan memberikan senyum simpul. Senyum yang mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja dan tak perlu ada yang dikhawatirkan.

“Kamu yang namanya Raja?” tanya Kaisar menunjuk Raja yang berdiri tegak dengan senyuman ramah dan sopan menghiasi wajah tampannya.

“Iya pak, saya Raja supirnya mbak Ratu.”

“Kita baru pertama kali ketemu kan?”

“Iya,pak. Ini pertama kalinya.”

“Ganteng juga kamu aslinya. Pangling saya kalo ketemu langsung gini. Gak mirip seperti supir. Kayak pacar anak saya kelihatannya.”

Calon pacar,Pak. batin Raja seraya tersenyum kikuk akibat dipuji mendadak oleh Kaisar, ayah dari gebetannya. Mau terbang saja rasanya sampai menembus atap rumah mewah milik Ratu

[]