#Otw bucin#
●●●
Tak ada pemandangan yang lebih indah yang pernah Ratu lihat selama dua puluh satu tahun dia hidup dan selama lima tahun lebih dia memiliki hubungan dengan beberapa pria.
Sudah duduk bersila selama lebih kurang lima belas menit di atas kasur Raja. Memperhatikan pria itu yang sedang dalam konsentrasi penuh menyelesaikan gambarnya. Lima ruas jari panjang tangan sebelah kirinya berada di atas keyboard. Menari menekan angka-angka dan huruf yang sama sekali tidak Ratu pahami. Sedang tangan sebelah kanan pria itu digunakan untuk menggenggam mouse. Rasanya Ratu betah jika harus menemani Raja mendesain setiap hari.
Setiap lima menit sekali Raja akan menoleh ke samping, tepat ke arahnya sambil mengangkat kedua alis hitamnya dan tersenyum kecil. Memastikan jika Ratu masih dalam keadaan mood yang bagus walaupun dia sedang asik bekerja.
Anjing, ganteng banget!Ratu membatin dalam diam. Kedua bola matanya tak pernah lepas, berpindah dari atensi Raja.
“Maaf ya mbak sebelumnya. Saya harus selesaikan gambar kerja ini segera karena udah mepet banget sama deadline yang disepakati di awal,” ucap Raja sungkan karena Ratu sudah datang ke tempatnya. Tapi malah dia cuek seperti ini.
“nggak papa,mas. Seru nemenin cowok kerja kayak gini.”
Raja pun memutar kursinya ke arah Ratu yang duduk di pinggir kasur. Seketika jantung perempuan itu berdebar tak karuan saat Raja memajukan kursi yang diduduki tepat ke depannya. Ditambah tatapan intens pria itu padanya.
“Kelamaan ya kalo saya tunggu enam hari lagi untuk dapat jawaban dari mbak Ratu.” Raja berkata sambil terkekeh kecil.
“Nggak lama sebenarnya kalo mas Raja sibuk kayak gini. Nggak akan terasa nunggu, tau-tau udah enam hari aja.”
Raja menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya dengan pelan. “Mas udah sayang sama Ratu. Udah jadi penyemangat buat mas sekarang. Kira-kira mas ditolak atau diterima ya?”
Nafas Ratu terasa kian menipis. Kamar Raja pun terasa semakin panas menurutnya. Kipas angin yang menyala pun tak lagi berfungsi kelihatannya.
“Kalo misalnya ditolak gimana mas?”
“Saya mundur mbak. Saya juga bakal berhenti jadi supir mbak.”
“Dan kalo diterima?”
“Saya nggak akan menyia-nyiakan mbak Ratu. Sebisa mungkin saya bakal bahagiain mbak Ratu dengan cara saya dan kemampuan saya saat ini.”
“Tapi saya udah nggak per—”
“Saya terima. Keperawanan bukan tolak ukur saya buat menyukai seseorang. Kalo saya sudah cinta, saya nggak peduli apa-apa lagi. Saya pengen serius sama mbak. Saya berharap ini kali terakhir saya untuk nembak perempuan.” Raja mengungkapkan dengan mimik wajah serius. Memegang satu tangan Ratu dan menggenggamnya.
“Saya maunya mbak Ratu. Nggak peduli saya bakal dibilang cowok yang nggak tahu diri. Saya kalau sudah sayang dan cinta, bakal terus saya perjuangin mbak. Walaupun nanti saya harus mendapatkan cacian dan hinaan dari keluarga mbak Ratu. Saya siap. Saya akan berjuang lebih keras. Saya yakin di depan sana kesuksesan saya sedang menunggu. Dan saya membutuhkan seseorang untuk menemani saya mencapai itu, selain keluarga saya.”
Tatapan mereka saling bertemu. Sejak tadi Ratu mencoba untuk mencari kebohongan dari ucapan Raja melalui tatapan matanya. Hatinya kian tergelitik. Perutnya bagaikan tengah diterbangi oleh ribuan kupu-kupu.
“Ratu, saya suka dengan kamu. Saya sayang dan saya mau kamu jadi milik saya. Kamu mau terima saya?”
Tak lagi membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab. Dengan satu anggukan singkat Raja sudah berhasil mendapatkan jawaban apa yang dia mau dan ditunggu selama delapan hari ini.
“Aku mau mas. Aku mau jadi pacar mas Raja.”
Sementara itu dari dinding kamar sebelah Ansel dan Cakra sibuk menempelkan telinga untuk menguping apa yang terjadi dari dalam kamar temannya yang tertutup rapat. Masih ada waktu setengah jam sampai jam malam kost Rajawali berakhir. Dengan waktu selama itu rasanya masih sempat bagi Raja dan Ratu untuk melakukan apa yang ada difikan dua jantan kepo yang sedang menguping.
“Cel, lo ada denger sesuatu nggak?”
“Demi apapun si Raja main cantik,anjing. Gue nggak denger apapun.”
“Mulut mbak Ratu disumpel kain kali,ya,” ujar Cakra sok tahu.
“Dobrak aja gimana?”
“Yeee jangan goblok! Lo mah ganggu kesenangan temen aja,Cel. Mana tau Raja udah mau nyampe puncak. Tapi gara-gara lo dobrak belut listriknya jadi loyo. Kan kasian ceweknya.”
“Anjrit si Raja bikin gue penasaran.”
•••
Di atas kasur single milik Raja perempuan itu berbaring. Beralaskan bantal kesayangan Raja di bawah kepalanya.
Saat ini Ratu sedang menunggu jemputan karena jam malam kost kekasihnya akan segera berakhir.
Mereka sudah resmi memiliki hubungan saat ini. Raja dan Ratu sudah menjadi sepasang kekasih setelah beberapa menit yang lalu dia kembali menyatakan perasaan dan berakhir diterima oleh Ratu.
“Kamu nanti hati-hati ya pulangnya,” kata Raja menghentikan kegiatannya sebentar saat merasakan atensi seseorang mendekatinya.
Di belakang kursinya ternyata sudah berdiri Ratu yang menyentuh pundaknya dan memberikan pijatan lembut berulang kali.
“Iya mas.” Ratu menjawab. Raja mendongakkan kepala. Kemudian Raja membeku karena ulah Ratu yang menyentuh kedua pipinya, lalu mencium bibirnya secara cepat tanpa perempuan itu mengatakan apapun sebelumnya. “Aku sudah pernah bilang kan kalo aku suka ciuman. Jadi nanti mas Raja jangan kaget kalo aku sering nyosor mas duluan. Love language aku physical touch ngomong-omong.” Ratu tersenyum. Mengusap bibir Raja yang terkena bekas merah lipstiknya.
“Kalo saya yang nyosor duluan gimana?”
“Ya, aku suka mas.”
“Yaudah sini…” tantang Raja ingin menarik Ratu.
Ratu menggeleng sambil tertawa. “Supir papi udah dateng. Jam malam juga udah habis. Nanti ketahuan ibu kost, kita malah digrebek warga.”
“Bilang aja kita udah nikah siri.”
“Ngawur!” Ratu menyentil pucuk hidung bangir Raja. “Anterin sampai ke depan pagar yuk.”
“Yaudah ayuk. Kasihan nanti pak Ujang nungguin lama.” Ratu mengangguk lagi. Raja mengambil cardigan dan tas Ratu di atas kasurnya. Membantu sang kekasih untuk membawanya.
Saat pintu kamar Raja terbuka. Cakra dan Ansel yang menguping di kamar sebelah pun bergegas ikut keluar dari dalam kamar. Berdiri diambang pintu dengan ekspresi wajah menggoda Raja.
“Udah mau pulang ya mbak?” tanya Cakra menyapa Ratu.
“Iya mas, udah dijemput sama supir saya dibawah.”
“Bisa jalankan mbak?” tanya Ansel rada ambigu.
“Bisa lah mas.”
“Kalo gitu sering-sering main ke sini ya mbak,” ujar Ansel lagi.
“Iya kalo dikasih izin sama mas Raja.”
“Pasti dikasih izinlah. Ya kan,Ja?” timpal Cakra.
“Udah… udah. Mbak Ratu mau pulang udah malem!”
“Dih, posesif banget kadal!” celetuk Ansel. “Mbak Ratu aja seneng ngobrol bareng kita. Makanya jangan dikunciin mbaknya di kamar lo berjam-jam.”
“Berisik anj—” Raja menoleh sekilas ke arah Ratu. Mendorong kening Ansel dan Cakra bergantian sebelum kembali berjalan. “Mulut lo berdua lemes.”
Reflek Cakra dan Ansel tertawa terpingkal-pingkal setelah berhasil menggoda Raja.
“Lo liat bibir Raja masih merah bekas lipstik?” tanya Cakra.
“Abis cipokan si anjing ternyata. pantes nggak bunyi kasurnya.”
“Masih main aman doi.”
“Ya wajar. Kan kunjungan pertama.”
“Kalo kunjungan kedua kira-kira apa,Cel?”
“Ya remes sama colok lah. Itu aja lo pake nanya. Kunjungan ketiga baru ditrabas sama si Raja. Yakin gue sejak tadi dia nahan sange. paling ntar ajak nobar.”
“Nobar apaan?”
“Jejak si otong.”
Cakra pun langsung tertawa keras sampai terbatuk-batuk.