Ngapelin pacar

Tak butuh waktu lama bagi Dirga untuk sampai ke rumah sang kekasih yang katanya sedang sepi. Hanya ada Maharani saja katanya sebab bunda Dewi sedang melakukan perjalanan Dinas untuk beberapa hari. Bukan kali ini saja. Sebelumnya juga Dirga akan menemani sang kekasih sampai pukul dua belas malam, ketika kekasihnya sudah tidur baru dia akan pulang. Hanya sebatas menemani tanpa melakukan apa pun pada sang kekasih.
Dirga telah memarkirkan mobil Pajero milik sang ayah di carport rumah sang kekasih. Kemudian menarik pagar besi yang tadi dia buka dan tak lupa menyangkutkan kembali gembok pagar tersebut di besi pagar. Membawa turun satu kotak martabak dan pisang coklat keju titipan Maharani sebelum dia datang tadi. Menenteng dua plastik makanan tersebut masuk ke dalam rumah melewati pintu yang tak terkunci. Sebab Maharani sudah mengirimkannya pesan bahwa pintu depannya tidak dia kunci menjelang Dirga datang. “Assalamualaikum,by,” panggil Dirga setengah berteriak memanggil sang kekasih yang terlihat baru turun dari lantai dua rumah. “Waalaikumsalam,” jawab gadis itu menghampiri.
Sejemang Dirga termenung tanpa melepas pandangan saat kedua matanya menangkap penampilan Maharani yang turun menggunakan Daster dan rambut hitam legamnya dia gulung ke atas mengekspos kulit lehernya yang putih bersih.
Keadaan mereka malam ini persis seperti seorang suami yang sedang disambut oleh istri tercinta saat baru pulang dari bekerja. Rasa lelah yang tadi menyapa tubuhnya seketika menghilang begitu saja, menguap terbawa suhu dingin di ruang keluarga Maharani. “Kenapa melamun?” tanya sang gadis mengambil kantong makanan di tangan Dirga. Membawanya ke arah sofa di ruang keluarga dan meletakkan kotak makanan tersebut di atas meja. Lantas mendudukkan pantatnya pada material empuk itu dan menyalakan televisi yang telah tersambung ke akun netflix miliknya. “By, kok pake daster,sih?” Dirga bertanya sembari melepaskan jaket yang hanya menyisakan kaos hitam lengan pendek di tubuhnya. Menyampirkan jaket di punggung kursi. Lalu Dirga memutuskan untuk duduk di samping sang kekasih yang sudah mengalihkan fokusnya pada sekotak pisang coklat keju. “Memangnya kenapa? Nggak boleh?” “Boleh by, boleh banget. Malah suka aku liatnya kayak istri-istri idaman gitu,” ucap Dirga terkekeh pelan. Merapatkan tubuh pada sang kekasih. Lalu meletakkan lengan panjangnya di belakang kepala Maharani, di atas punggung sofa yang mereka duduki. “Mau nonton apa malam ini?” “Bebas aja,sih. Apapun bakal aku tonton,” kata Dirga menjawab. Sebab dia tak begitu peduli dengan tontonan jika sedang berdua seperti ini. Sebab percuma, dia tidak akan pernah bisa fokus pada tontonan dan hanya fokus pada sang kekasih. Biasanya Dirga akan memeluk, bahkan mencium sang kekasih di sela kegiatan nonton mereka. Tak jarang pula mereka berakhir dengan bercumbu, meninggalkan tontonan mereka jika keduanya sama-sama telah horny. “By,” panggil Dirga dekat dengan kuping Maharani. “Apa?” “Mau ciuman,” ungkapnya jujur setengah memohon. Bibirnya mulai bergerak mencium pundak sang kekasih berulang kali. “Miss you… rindu berat aku sama kamu.” “Bilang aja sange. Nggak usah berlindung di balik kata rindu. Dah basi!” celetuk Eunbi gamblang membuat Dirga tertawa. “Kode sayang kode. Takut nggak dikasih.” “Nggak dikasih pun biasanya kamu langsung nyosor aja.” Lagi-lagi Dirga tertawa. Kemudian benar dia langsung mencium bibir sang kekasih. Menjilati bekas coklat yang masih menempel di atas bilah bibir gadisnya. Sampai bersih, tak ada lagi noda coklat di sana. “Manis, rasa coklat,” katanya. Dirga pun merangkul sang kekasih. Menarik tubuh yang lebih kecil agar lebih rapat. Satu tangan yang lain bergerak ke atas menarik tengkuk sang kekasih. Lalu mereka kembali berciuman. Lebih panas dari sebelumnya. Lidah Dirga berada di dalam mulut gadisnya. Saling membelit, bertukar saliva selama beberapa menit. “By,“panggil Dirga lagi. “Apalagi?” “Mau nyusu,” ujarnya manja. Tangan kanannya sudah bergerak melepaskan kancing atas daster sang kekasih. Tatapannya sudah diselimuti akan nafsu. Telapak tangan besarnya bahkan sudah menangkup sebelah dada sang kekasih, lalu meremasnya pelan. “Loh, kamu nggak pake bra?” “Lagi mager,” jawab Maharani. “Pantes terasa kenyal banget dan ada yang keras di ujungnya. Jadi pengen di emut,by. Boleh,ya?” “Jangan digigit tapi, sakit nanti.” “Pelan-pelan kok. Janji nggak sampai lecet.” Kepala Maharani mengangguk. Dirga pun seperti mendapat lampu hijau. Tanpa banyak kata Dirga pun melepaskan tiga kancing baju daster sang kekasih dan menyelipkan tangannya masuk ke dalam menyambar sebelah payudara sang kekasih. Disaksikan oleh Nala yang baru keluar dari kamarnya ingin mengambil minum. “Lo berdua nggak punya tempat lain buat ngewe?” Seketika kegiatan sepasang kekasih itu terhenti. Wajah Dirga yang sudah berada di belahan dada sang kekasih terangkat, menoleh ke sumber suara dan cukup terkejut dengan keberadaan Nala. “Ngapain lo di sini?” tanya Dirga ketus. “Ini kan rumah suami gue. Wajar dong gue disini.” Jawabnya melipat tangan di depan dada. Memandang tak suka sepasang kekasih itu. “Dia tinggal sama kamu sekarang,sayang?” “Numpang sementara selama Tian flight. Baru habis keguguran dia. Harus bedrest. Makanya dititipin disini. Nyusahin,” jelas Maharani menarik lengan bajunya kembali yang tadi sempat diturunkan Dirga. “Gue turut berduka cita ya La atas kandungan lo,” kata Dirga. Nala merotasikan bola mata malas. “Lo mau berdiri disitu terus nontonin gue sama Dirga ngewe?” Dirga menoleh cepat ke arah sang kekasih, “By?” “Mending lo masuk kamar, terus kunci pintu. Takutnya lo sange, tapi Tian lagi nggak di rumah. Gue nggak akan kasih pacar gue lagi buat muasin nafsu lo itu. Jelas banget komuk lo masih nafsu liat pacar gue. Gatel!” “Mulut lo memang kayak anjing ya,Ran!” Murka Nala memerah kesal di posisinya. Sengaja ingin membuat Nala semakin panas. Maharani pun menarik tengkuk Dirga, mencium bibirnya lebih dulu. Bahkan tak tanggung-tanggung dirinya memilih mendudukkan pantatnya di atas paha Dirga. Membiarkan kedua tangan Dirga menggerayangi tubuhnya di depan Nala. Dirga yang terpancing pun mulai semakin bernafsu. Menganggap jika Maharani memang menginginkannya malam ini. Padahal gadis itu melakukannya hanya untuk memanasi Kenala. Maharani tersenyum puas dibalik kegiatan bercumbunya saat mendengar pintu kamar sang kakak dibanting dengan keras. “Sayang, kamu mau main di sini atau di kamar?” tanya Dirga terengah-engah. “Main apa?” “Making love.” “Nggak jadi. Tiba-tiba nggak mood.” “Byy, astaga!!!!” “Kenapa?” “Punya aku udah berdiri,by! Ini aku buka resletingnya dia langsung keluar loh.” Terlihat jelas air muka Dirga yang sangat frustasi. “Di kamar mandi ada sabun batangan. Kamu pakai itu aja. Habis itu buang,ya,” ujar Maharani santai. Kembali duduk di atas sofa dan mengambil pisang coklatnya. Tak peduli jika Dirga sudah sangat memerah menahan nafsu. “By, gesek aja sebentar. Nggak masuk,by. Please… Bisa gila aku kalo kamu giniin terus.” “Nggak mauuu….” “Ya tuhan!” Akhirnya Dirga pun berlari terbirit-birit ke arah kamar mandi yang tak jauh dari ruang keluarga. Menurunkan celana jeans beserta celana dalamnya. Lalu menuntaskan tugas Maharani yang tidak akan diselesaikan oleh gadis itu.

[]