bundabunny

Senyum dibibir Maharani langsung terpancar saat melihat perawakan tinggi seorang cowo berpakaian serba hitam melambai ke arahnya yang saat itu juga langsung melangkah untuk menghampirinya. Berjalan lurus ke depan hanya memandang Dirga. Hingga sengaja menyenggol bahu seorang perempuan cantik yang berjalan lebih dulu di depan kekasihnya menarik koper berwarna biru langit.

“Oh, sorry,” ucap Maharani berhenti sebentar. Menyoroti penampilan wanita cantik di depannya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

“No problem,” jawab si perempuan cantik sambil tersenyum di balik maskernya.

Maharani tahu jika itu Kenala, mantan Dirga yang sama-sama baru turun dari pesawat bareng kekasihnya. Walaupun wajah cantik itu tertutup oleh masker duckbill. Tetap saja Maharani sangat mengenal perawakan Kenala. Soalnya hampir berjam-jam dia stalking semua akun sosmed Kenala beberapa hari yang lalu.

“Sayang,” panggil Jungkook memegang tangan Maharani yang berdiri menatap punggung Kenala yang berjalan menjauh diantara kerumunan orang-orang,hilang entah ke mana.

“Hei,” sahut Maharani memeluk Dirga.

“I miss you,byy.”

“I miss you too,”

Dirga melepaskan masker putihnya. Mendekati Maharani dan mencuri satu kecupan lembut di pipi putih sang kekasih yang tampak memerah lucu. Kemudian mengecup kening sang kekasih dan ingin beralih ke bibir. Tapi ditolak halus oleh Maharani dengan memasangkan masker menutup mulut dan hidung Dirga kembali.

“Byy...” rengek Dirga manja. “Kok ditutup sih? Pengen cium padahal.”

“Malu,” bisik Maharani. “Belum halal soalnya.”

“Jadi kalo udah halal baru boleh cium-cium di tempat umum? Kalo sekarang nggak boleh?”

Yang ditanya pun menganggukkan kepala sambil tersenyum simpul.

Dirga pun terkekeh seraya mengusap puncak kepala sang kekasih dengan kasih sayang. Melepaskan rasa rindu yang meluap-luap sebab diabaikan selama beberapa hari oleh gadis di sampingnya ini. Ingin segera membawa sang kekasih masuk ke dalam mobil untuk melakukan aksinya yang tertunda tadi.

Sayang sekali rasanya jika permen kiss yang tadi Dirga emut saat di dalam pesawat tidak dirasakan oleh Maharani secara langsung. Sekarang pun di dalam mulutnya masih ada permen berwarna merah itu untuk nanti persiapan di dalam mobil.

“Sayang, kamu cantik,deh. Itu dibibirnya lipstik baru? Aku gak pernah liat kamu pake warna yang kaya gitu,” ungkap Dirga memandang ke arah bibir Maharani sembari mereka berjalan ke arah parkiran.

“Masa? Udah lama kok. Kamu aja yang nggak perhatiin kali.”

“Kiss proof nggak?”

Mendengar pertanyaan nakal Dirga. Maharani pun lantas menoleh cepat ke arah sang kekasih yang tengah memainkan alisnya naik turun.

“Kenapa nanya gitu,ih?”

“Soalnya mau ciuman pake diemut. Takut hilang warna lipstiknya. Entar kamu marah lagi ke aku,” ucapnya gamblang sambil menunjukkan cengir lebarnya.

“Dirga mesum,sumpah!”

“Kamu udah bangun?”

Laki-laki itu bertanya saat melihat Maharani mencoba untuk menjangkau botol air minum di atas meja samping kasurnya. Memberikan ke tangan gadis yang hanya diam tanpa menunjukkan ekspresi apapun padanya. Memilih duduk dipinggir kasur yang ditempati oleh Maharani. Terus menunjukkan tatapan dalam walau tidak digubris oleh gadis di depannya yang kembali mencoba untuk berbaring.

Rindu serindunya Dirga pada gadis ya g menarik selimutnya untuk kembali mencoba tidur. Tak mengeluarkan suara apapun, bahkan lebih parahnya lagi seperti tak menganggap kehadiran Dirga yang diam mematung dengan hati yang terasa sesak.

“Maharani, boleh aku ngomong?” Dirga bertanya sambil memegang bahu gadis yang memunggunginya saat ini. Tengah memejamkan mata dan tak berniat untuk merespon Dirga.

Berpura-pura tidur adalah solusi yang tepat untuk menghindari obrolan bersama Dirga untuk sekarang. Rasanya memang masih sulit untuk berdamai dengan keadaan. Melihat Dirga hanya akan membuatnya kesal sekaligus sedih.

“Kalo kamu nggak mau ngomong sama aku nggak masalah. Nggak mau liat muka aku juga nggak masalah. Yang penting kamu dengerin aja apa yang bakal aku bilang,” seloroh Dirga dengan senyum tapi terpaksa. Dan tangannya pun masih mengusap lengan Maharani dengan lembut.

“Sebelumnya aku bakal tetap minta maaf sama kamu. Aku tahu kalo aku bener-bener berengsek. Nggak peduli kamu mau maafin aku atau nggak. Di sini aku cuma mau bilang kalo aku nggak akan pernah tinggalin kamu. Aku bakal tunggu kamu sampai bisa maafin aku sepenuhnya. Aku bakal anggap ini semua adalah hukuman buat aku. Nahan rindu ke kamu adalah hukuman terberat buat aku saat ini,” jelas Dirga dengan suara lembutnya. Beberapa kali juga dia terdengar menarik nafas dalam dan menghembuskan secara kasar.

“Aku nggak akan pergi dari hidup kamu. Aku bakal tetap bertahan sampai kamu nyuruh aku buat pergi. Kata putus itu nggak berarti apa-apa buat aku. Aku cuma maunya ka—”

“Silahkan pergi,” cela Maharani lirih tanpa menoleh sama sekali ke arah Dirga. “Silahkan pergi sejauh mungkin,Dirga. Kita akhiri aja semuanya,” jeda gadis itu menyeka bulir liquid bening diam-diam tanpa sepengetahuan pria yang duduk mematung di belakangnya. “Hubungan kita memang udah berakhir sejak lo berhubungan lagi dengan Nala. Jadi tolong lo pergi aja, Ga! Jangan pernah ganggu gue.”

“Ran...”

“Pergi anjing! Lo tuli,hah?!”

Puncak amarah gadis itu tak lagi bisa ia bendung di depan sang mantan kekasih. Pertahanannya runtuh. Airmatanya pun akhirnya mengalir tepat dihadapan pria yang menyakitinya.

Rasa sesak yang menggerogoti dadanya selama ini pun tak mampu lagi ia tahan. Maharani menangis kencang menutup wajahnya. Terisak pilu memanggil ayahnya. Tubuh kecil itu bergetar hebat di dalam selimut yang menutup sebagian tubuhnya. Suara isakan pilu sakitnya hati Maharani kian terdengar nyaring di dalam kamar rawat inap itu. Menjadi tontonan beberapa orang sampai Dirga akhirnya mengunci pintu kamar tersebut.

“A-ayah,” isaknya mulai meringkuk di atas kasur tersebut.

Semakin Dirga mencoba untuk memegangnya. Maka Maharani akan menangis semakin kencang. Memukul dadanya berulang kali agar rasa sesak itu menghilang dari dalam sana.

Selama hampir tiga tahun mereka bersama. Tepatnya pada hari ini Dirga benar-benar melihat sisi rapuhnya seorang Maharani. Dan itu semua karena ulahnya. Karena kelakuannya yang mungkin tak akan bisa dimaafkan dengan mudah.

“Maafin aku... maafin aku, Maharani.”

Sekeras apapun gadis itu mencoba untuk mengusirnya sekarang. Selangkah pun Dirga tidak akan berniat berjalan ke arah pintu dan meninggalkannya seorang diri.

Pria itu malah semakin mendekati mantan kekasihnya. Memeluk tubuh yang lebih kecil itu walaupun berulang kali dia mendapatkan pukulan di wajah dan dadanya akibat kemarahan gadis itu. Bahkan jarum infus di atas punggung tangan Maharani sampai tercabut akibat dia ingin memberontak saat Dirga menariknya untuk duduk dan memeluknya dengan erat.

Sejak awal Dirga mengatakan jika dia tidak akan pergi. Persetan jika Maharani sekalipun yang memintanya untuk pergi. Dia akan tetap bertahan. Karena gadis itu adalah rumahnya.